Korban Bom Gereja Makassar Peluk Keluarga Pelaku Terorisme: "Kami Memaafkan"

Muhammad Yunus Suara.Com
Senin, 02 Juni 2025 | 12:56 WIB
Korban Bom Gereja Makassar Peluk Keluarga Pelaku Terorisme: "Kami Memaafkan"
Kapolda Sulawesi Selatan Irjen Pol Rusdi Hartono mempertemukan korban dan keluarga pelaku pengeboman tragedi Gereja Katolik Katedral Makassar pada tahun 2021 silam [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Suasana haru menyelimuti korban dan keluarga pelaku bom bunuh diri di Rumah Moderasi Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Minggu, 1 Juni 2025.

Dalam momen penuh makna itu, pihak kepolisian menghadirkan Valeria dan Karina, dua penyintas tragedi bom bunuh diri di Gereja Katolik Katedral Makassar yang terjadi pada 28 Maret 2021.

Valeria dan Karina terlihat berdiri berdampingan. Di hadapan mereka, berdiri keluarga pelaku pengeboman.

Di antara mereka ada Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Rusdi Hartono yang menyaksikan langsung momen yang tak biasa itu.

Mereka tidak berseteru. Mereka tidak saling mendendam. Yang ada hanya kata-kata maaf dan damai.

Di Minggu siang yang mendung itu, Valeria dan Karina memilih memaafkan.

"Saya rasa senang dan bisa berdamai dengan mereka walaupun menyakitkan," kata Valeria.

"Kami memaafkan. Ini akan jadi awal silaturahmi kami dengan yang lain," ucap Karina menambahkan.

Rekonsiliasi ini tidak terjadi begitu saja, tapi melalui proses penyembuhan fisik dan batin yang panjang dan menyakitkan.

Baca Juga: Penampilan Kayak Orang Arab, Perempuan di Jakbar Dituding Teroris hingga Dianiaya Pria Tak Dikenal

Valeria dan Karina masih mengingat jelas detik-detik kejadian yang telah mengubah hidup mereka.

"Kami baru saja keluar dari gereja setelah mengikuti misa. Jarak saya hanya sekitar satu setengah meter dari titik ledakan," kenangnya dengan nada bergetar.

Valeria dan Karina mengalami luka bakar cukup serius. Bekas luka itu masih tampak jelas di tubuhnya hingga kini.

"Walaupun menyakitkan, kami memilih untuk berdamai," tambah Valeria.

Kini, Valeria dan Karina bekerja sebagai perawat di RS Bhayangkara, tempat yang juga menjadi bagian dari pemulihan medis dan mental mereka.

"Puji Tuhan, setidaknya ada rehabilitasi untuk keluarga pelaku dan juga untuk eks napiter. Rehabilitasi ini bisa membangun mental mereka supaya tidak terjadi lagi kejadian seperti sebelumnya," harapnya.

Keduanya tahu bahwa memaafkan bukan berarti melupakan, tapi memberi ruang bahwa siapa pun bisa layak mendapat kesempatan untuk menjadi lebih baik.

Valeria pun melihat ini sebagai peluang untuk mencegah tragedi yang sama terulang.

"Saya dari korban berharap mereka bisa membangun hidup baru. Karena kalau tidak ada proses penyembuhan mental, bisa terulang lagi," katanya.

Pertemuan itu bukan hanya simbol. Akan tetapi perwujudan nyata dari proses rekonsiliasi antara korban dan keluarga pelaku terorisme.

Sebuah langkah besar yang mungkin belum pernah terpikirkan di benak banyak orang. Namun di Makassar, itu terjadi.

Kapolda Sulsel Irjen Pol Rusdi Hartono menegaskan, pertemuan ini adalah bagian dari upaya serius membangun ruang rekonsiliasi yang nyata. Bukan hanya seremoni.

"Mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Kesadaran ini kita tampung dalam kegiatan positif, terutama di bidang ekonomi," jelasnya.

Upaya itu difokuskan lewat pendirian Rumah Moderasi, sebuah yayasan yang dibentuk untuk memberdayakan eks napiter secara ekonomi. Mereka didorong membuka usaha seperti kuliner, produksi kerajinan, hingga pelatihan kewirausahaan.

"Kita tetap rangkul mereka, karena mereka saudara, anak bangsa. Bersama-sama kita ingin Indonesia Emas 2045 bisa diraih," tambah Rusdi.

Kapolda menyebut bahwa rekonsiliasi ini tidak hanya mempertemukan korban dan pelaku, tapi juga membuka jalan agar kedua belah pihak dapat kembali menjalani hidup yang lebih baik.

Yang menyentuh, di akhir pertemuan itu bukan hanya pelukan yang terjadi, tapi juga rencana-rencana kecil yang dimulai. Seperti, program pemberdayaan akan terus berjalan. Korban juga akan tetap didampingi dan eks pelaku diberi kesempatan.

"Ketika kita bicara soal bangsa, bukan hanya tugas kepolisian. Ini soal kita semua. Kalau kita bisa bangun kebersamaan, masalah eks napiter akan punya jalan keluar," tegas Kapolda.

Ia menambahkan, momen ini juga sekaligus memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Bagi Rusdi, langkah ini bukan hanya bentuk cinta pada tanah air, tapi pembuktian bahwa ideologi bangsa bisa menyatukan bahkan mereka yang pernah berseberangan secara tragis.

Yayasan Rumah Moderasi yang dibentuk Polisi ini diketuai oleh Suryadi, eks napiter yang kini justru menjadi garda depan pembinaan teman-temannya.

"Kalau tidak ada pendampingan dari kepolisian, mungkin kami masih gila-gila di luar," ucapnya terus terang.

Suryadi menyebut bahwa yayasan ini tak hanya fokus pada ekonomi, tetapi juga edukasi. Saat ini sudah ada puluhan orang yang diberdayakan.

"Sekarang kami buka usaha. Di sini ada 82 eks napiter yang kami dampingi. InsyaAllah bisa 100. Ke depan, kami ingin bangun sekolah untuk anak-anak eks napiter. Supaya mereka juga punya masa depan," sebutnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI