Suara.com - Krisis energi yang melanda Eropa tak hanya berdampak pada sektor ekonomi, tetapi juga mulai menggoyahkan komitmen iklim di negara-negara maju. Sebuah studi terbaru di Swedia menunjukkan bahwa lonjakan harga listrik yang drastis telah memicu peningkatan penolakan terhadap pajak bahan bakar, yang merupakan bagian dari kebijakan penanggulangan perubahan iklim.
Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas di Swedia itu melibatkan 4.000 rumah tangga yang tinggal di sekitar perbatasan zona penawaran listrik. Hasilnya mengejutkan: dalam kondisi harga listrik yang meningkat dua kali lipat, penolakan terhadap pajak bahan bakar naik hingga 20 persen.
Penelitian ini mengungkap bahwa masyarakat yang terkena dampak langsung dari lonjakan harga listrik cenderung lebih skeptis terhadap kebijakan pajak karbon. Mereka menganggap pajak tersebut mahal dan tidak adil, khususnya bagi kelompok berpenghasilan rendah.
Jens Ewald, kandidat doktor bidang ekonomi sekaligus penulis utama studi ini, menjelaskan bahwa sebagian besar penolakan terhadap pajak karbon sebenarnya didasarkan pada persepsi yang keliru.
"Masyarakat sering kali meremehkan manfaat lingkungan dari pajak karbon dan melebih-lebihkan biaya yang mereka tanggung secara pribadi," ujar Ewald, melansir EurekALert!, Sabtu (14/6/2025).
Menurutnya, persepsi ini tumbuh karena minimnya pemahaman tentang bagaimana kebijakan tersebut bekerja. Ketika biaya energi melonjak, masyarakat merasa terbebani ganda dan menganggap pemerintah tidak adil, padahal tujuan utamanya adalah mendorong transisi menuju energi bersih.
Ketimpangan Sistem Zona Listrik
Swedia menerapkan sistem empat zona penawaran listrik sejak 2011. Hingga 2022, harga listrik di berbagai zona relatif seimbang. Namun, setelah invasi Rusia ke Ukraina yang memicu krisis energi di Eropa, perbedaan harga antarwilayah menjadi sangat mencolok, khususnya antara Swedia bagian utara dan selatan.
Kondisi ini menimbulkan ketimpangan yang besar. Masyarakat di wilayah dengan harga listrik lebih tinggi merasa dirugikan dan memandang sistem ini tidak adil.
Baca Juga: 5 Mobil Listrik Murah untuk Daerah Pegunungan: Tangguh dan Kuat Tanjakan, Harga Mulai Rp200 Jutaan
Sebagai tanggapan, pemerintah Swedia telah meminta operator sistem transmisi nasional, Svenska kraftnät, untuk mengevaluasi kembali apakah sistem zona tersebut masih relevan dan perlu dipertahankan.
Ewald menambahkan bahwa kemarahan masyarakat terhadap ketimpangan harga ini ikut berdampak pada dukungan terhadap kebijakan iklim.
"Ini bukan berarti zona listrik harus dihapus, tapi penting untuk menjelaskan kepada publik mengapa sistem ini dibuat dan bagaimana tujuannya mendukung transisi energi yang adil dan efisien."
Imbas Terhadap Kebijakan Lingkungan
Swedia selama ini dikenal sebagai negara pelopor dalam kebijakan lingkungan. Sejak 1991, negara ini menjadi yang pertama di dunia menerapkan pajak karbon secara nasional. Namun, perkembangan politik dan tekanan ekonomi belakangan ini menunjukkan adanya kemunduran dalam komitmen tersebut.
Dalam pemilu 2022, sejumlah partai politik menjadikan penurunan harga bensin sebagai janji kampanye. Hasilnya, dalam beberapa tahun terakhir Swedia mulai memberikan pengecualian dan pengurangan pajak karbon, yang menurut Ewald merupakan penurunan nyata dalam efektivitas kebijakan iklim negara itu.