suara hijau

Es Alaska Mencair: Banjir Rob dan Krisis Pangan Mengintai Indonesia

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Kamis, 19 Juni 2025 | 06:27 WIB
Es Alaska Mencair: Banjir Rob dan Krisis Pangan Mengintai Indonesia
Gambar satelit NASA menunjukkan pencairan di Alaska. [NASA]

Suara.com - Untuk pertama kalinya dalam sejarah, negara bagian Alaska di Amerika Serikat mengeluarkan peringatan panas (heat advisory). Suhu di Fairbanks tercatat mencapai sekitar 29 derajat Celsius, angka yang sangat tidak lazim bagi wilayah yang selama ini dikenal dengan gletser abadi, balap anjing salju, dan cahaya utara yang memukau.

Kondisi ini menandai perubahan iklim ekstrem yang semakin nyata terjadi di wilayah Arktik, dan dampaknya bisa menjalar jauh hingga ke negara tropis seperti Indonesia.

Alaska Semakin Panas

Rekor suhu tertinggi di ibu kota Anchorage pernah mencapai 32°C pada 4 Juli 2019. Kini, suhu musim dingin pun tak lagi sedingin dulu. Rata-rata suhu Januari di Anchorage mencapai -1,5°C, naik sekitar 7 derajat dari rata-rata normal. Bahkan, ini membuat Anchorage saat musim dingin lebih hangat dibanding kota-kota di bagian selatan AS seperti Indianapolis atau Pittsburgh.

Laporan dari tim Alaska RISA milik NOAA mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, perubahan iklim di kawasan ini terjadi dengan sangat cepat. Suhu yang dulunya jarang melebihi titik beku kini menjadi hal biasa.

Dampaknya Nyata bagi Indonesia

Meskipun terjadi ribuan kilometer dari Indonesia, pemanasan di Alaska merupakan bagian dari perubahan sistemik yang mempengaruhi iklim global. Berikut beberapa dampak yang perlu diwaspadai:

1. Naiknya Muka Air Laut

Pencairan es di Alaska dan kawasan Arktik lainnya berkontribusi langsung terhadap naiknya permukaan laut global. Indonesia sangat rentan terhadap hal ini karena sekitar 60% penduduknya tinggal di wilayah pesisir. Dataran rendah di kota-kota seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya berisiko mengalami banjir rob dan intrusi air laut yang semakin sering.

Baca Juga: Israel Gempur Iran, Bebarapa Tokoh Penting diduga Tewas

2. Cuaca Ekstrem Semakin Intens

Kawasan Arktik yang memanas memengaruhi sirkulasi atmosfer global, yang berdampak pada kestabilan cuaca di daerah tropis. Fenomena seperti El Niño dan La Niña bisa menjadi lebih sering dan lebih kuat, memicu kekeringan parah, hujan ekstrem, dan gagal panen di berbagai wilayah Indonesia.

3. Terancamnya Ekosistem Laut

Kenaikan suhu laut dan konsentrasi CO2 yang tinggi berdampak langsung pada terumbu karang. Indonesia, yang memiliki 18% dari total terumbu karang dunia, menghadapi ancaman serius berupa pemutihan karang (coral bleaching) dan kematian ekosistem laut, yang dapat mengganggu keanekaragaman hayati serta mata pencaharian masyarakat pesisir.

4. Risiko Bencana Iklim yang Meningkat

Menurut INFORM Risk Index 2023, Indonesia berada di peringkat ke-48 dari 191 negara yang paling berisiko terhadap bencana iklim seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas. Semakin tinggi suhu global, semakin sering bencana ini terjadi, dan semakin sulit upaya pemulihannya.

5. Dampak terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi

Perubahan iklim bukan lagi sekadar isu lingkungan. Dampaknya meluas ke kesehatan masyarakat, ketahanan pangan, pasokan air bersih, bahkan stabilitas ekonomi dan sosial. Krisis iklim juga memperbesar kesenjangan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin dan rentan yang memiliki akses terbatas terhadap perlindungan dan adaptasi.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Peringatan panas di Alaska harus menjadi pengingat bagi dunia, termasuk Indonesia, untuk segera mengambil tindakan. Beberapa langkah mitigasi dan adaptasi yang dapat diperkuat meliputi:

  • Penguatan Infrastruktur Pesisir: Meningkatkan sistem tanggul, pompa, dan drainase di kota-kota pesisir yang rawan banjir.
  • Konservasi Ekosistem: Melindungi dan merehabilitasi mangrove, hutan hujan, dan terumbu karang sebagai pelindung alami dari dampak iklim.
  • Diversifikasi Ekonomi: Mengurangi ketergantungan pada sektor yang rentan terhadap perubahan iklim, seperti pertanian konvensional atau perikanan skala kecil.
  • Sistem Peringatan Dini dan Edukasi: Meningkatkan akses terhadap informasi cuaca ekstrem dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.

Fenomena di Alaska memperlihatkan bahwa krisis iklim kini terjadi lebih cepat dan lebih keras dari yang diperkirakan. Bagi negara kepulauan tropis seperti Indonesia, ini bukan lagi sekadar wacana global, melainkan tantangan nyata yang memerlukan tanggapan serius di tingkat nasional dan lokal.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI