Mengenal Speed Breeding
Speed breeding, atau pemuliaan tanaman secara dipercepat, merupakan pendekatan inovatif dalam ilmu tanaman untuk menghasilkan varietas unggul dalam waktu yang jauh lebih singkat dibanding metode konvensional. Teknik ini lahir dari kebutuhan ekstrem: menanam tanaman di luar angkasa.
Konsep speed breeding pertama kali dikembangkan oleh Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pada 1980-an melalui program Controlled Ecological Life Support System (CELSS). Program ini bertujuan menciptakan sistem pertanian yang efisien dan berkelanjutan di luar angkasa, di mana sumber daya sangat terbatas.
Pada 1992, tim peneliti NASA di bawah pimpinan Dr. Gary Stutte berhasil mempercepat pertumbuhan tanaman gandum dengan memperpanjang durasi pencahayaan. Eksperimen ini membuktikan bahwa manipulasi lingkungan tumbuh, khususnya fotoperiode, dapat mempersingkat siklus hidup tanaman.
Penerapan Terestrial dan Tonggak Penting
Setelah keberhasilan di lingkungan antariksa, teknik ini mulai dilirik untuk kebutuhan pertanian di Bumi. Pada akhir 1990-an, para ilmuwan Australia mengadaptasi prinsip-prinsip speed breeding untuk tanaman pangan.
Dr. Lee Hickey dari University of Queensland menjadi salah satu pelopor yang mengembangkan protokol speed breeding di lingkungan laboratorium dan rumah kaca. Pada 2007, hasil penelitiannya menunjukkan keberhasilan signifikan pada tanaman gandum, membuka jalan bagi penerapan lebih luas pada berbagai spesies tanaman.
Speed breeding terus mengalami penyempurnaan. Antara 2010 hingga 2015, para peneliti mengembangkan spektrum dan intensitas cahaya yang disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis berbagai tanaman. Pada 2017, publikasi di jurnal Nature Plants menetapkan protokol standar untuk speed breeding, menjadikannya rujukan internasional.
Sejak 2018, teknik ini semakin terintegrasi dengan inovasi pemuliaan modern lainnya, seperti seleksi berbasis genom dan penyuntingan gen berbasis CRISPR-Cas9. Kolaborasi antar-disiplin ini mempercepat proses pengembangan varietas unggul yang tahan terhadap penyakit, memiliki hasil tinggi, dan adaptif terhadap perubahan iklim.
Baca Juga: Perubahan Iklim Picu Kekerasan pada Anak: Ancaman Tak Terlihat yang Mesti Diwaspadai
Adopsi Global dan Dampaknya
Berbagai lembaga riset dan institusi pertanian di dunia mulai menerapkan speed breeding dalam program pemuliaan mereka. Di Eropa, John Innes Centre di Inggris menjadi pusat utama pengembangan teknik ini. Di Asia, IRRI (International Rice Research Institute) menggunakannya untuk mempercepat pemuliaan padi. Di Afrika, ICRISAT mengadopsi pendekatan ini untuk peningkatan produktivitas kacang-kacangan.
Speed breeding juga mulai diterapkan di Indonesia oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebagai bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan nasional.
Dalam konteks krisis iklim, degradasi lahan, dan peningkatan kebutuhan pangan global, speed breeding menawarkan solusi nyata. Ke depannya, tantangan yang perlu diatasi mencakup efisiensi energi dalam sistem pencahayaan, penurunan biaya operasional, dan pengembangan protokol untuk spesies tanaman tropis.
Selain itu, integrasi kecerdasan buatan dalam proses seleksi dan pengambilan keputusan diharapkan dapat semakin mempercepat dan menyempurnakan proses pemuliaan tanaman.
Perjalanan panjang speed breeding, dari eksperimen ruang angkasa hingga menjadi alat penting dalam pertanian modern, menunjukkan bagaimana inovasi ilmiah dapat menjawab tantangan besar peradaban.