Suara.com - Insiden tragis yang menimpa Juliana Marins yang terjatuh di jurang Gunung Rinjani, memicu gelombang perdebatan sengit antara netizen Indonesia dan Brasil di media sosial.
Polemik ini bukan hanya menyangkut prosedur evakuasi, tetapi juga menyentuh isu yang lebih sensitif seperti diskriminasi rasial hingga standar keselamatan wisata petualangan di Indonesia.
Kronologi Tragedi Juliana Marins
Juliana Marins (27) dilaporkan jatuh pada Sabtu, 21 Juni 2025, di kawasan Cemara Nunggal, jalur menuju Danau Segara Anak, Gunung Rinjani.
Pendaki asal Brasil itu tergelincir di medan curam dengan kedalaman sekitar 600 meter.
Setelah pencarian selama beberapa hari, drone termal berhasil mendeteksi keberadaannya.
Namun saat Tim SAR tiba pada Selasa, 24 Juni 2025, Juliana telah meninggal dunia.
Evakuasi jenazahnya hingga kini masih berlangsung, diwarnai berbagai kendala ekstrem.

Ledakan Emosi Warganet Brasil
Baca Juga: SUARA LIVE! Dugaan Korupsi Kuota Haji Gus Yaqut hingga Penemuan Juliana Pendaki Rinjani asal Brasil
Salah satu pemicu perdebatan adalah unggahan akun X @zellieimani, yang mengklaim bahwa sistem penyelamatan di Indonesia lamban dan tak adil.
"Juliana Marins telah hilang selama lebih dari dua hari di dalam gunung berapi aktif di Indonesia. Perusahaan tur meninggalkannya. Penyelamatan gagal," tulis akun tersebut.
"Kalau dia perempuan kulit putih Amerika, pasti sudah ada helikopter, berita utama, dan penanganan darurat," lanjutnya.
Pernyataan ini langsung dibalas tajam oleh banyak warganet Indonesia yang menilai komentar tersebut rasis dan tidak memahami kondisi geografis Rinjani.
"Indonesia tidak seperti negara kalian yang menilai siapa yang pantas diselamatkan berdasarkan ras," jelas warganet Indonesia.
"Ini soal realitas ekstrem. Juliana jatuh di dekat puncak Rinjani, medan sangat sulit dijangkau. Tidak semudah itu menurunkan helikopter," sambungnya.
"Orang Indonesia tidak rasis. Kulit Juliana sama seperti kami. Justru kamu yang rasis karena membawa-bawa warna kulit," tandas yang lain.
Warganet Brasil Ungkap Fakta Lain
![Korban WN Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani [Instagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/25/43799-juliana-marins.jpg)
Akun X @iwontmove sendiri memaparkan penjelasan tentang apa yang terjadi pada Juliana.
"Saya orang Brasil dan akan memberi Anda beberapa informasi tentang kasus Juliana karena saya melihat banyak informasi palsu," tulisnya.
"Juliana tidak jatuh 200 meter, melainkan 900 meter, tetapi tubuhnya meluncur karena lereng gunung yang sangat curam. Sekarang tubuhnya berada di ketinggian 1 km," lanjutnya.
Dia lantas menyinggung tentang tali penyelamatan yang terlalu pendek.
"Sudah 48 jam sejak kejatuhannya. Kemungkinan besar dia sudah meninggal karena tidak makan, tidak minum, dan suhu dingin," ujarnya.
Dia juga mengkritik perlakuan terhadap Juliana oleh penyelenggara tur.
"Kami marah karena Juliana ditinggalkan sendirian oleh pemandu di gunung yang sangat curam padahal dia menderita minus 5 derajat miopia," ungkapnya.
"Dia hampir tidak bisa melihat! Dia tidak memakai kacamata karena peralatan yang digunakan, itulah sebabnya dia terpeleset," tuturnya lebih lanjut.
Kecurigaan Warganet Lokal
Di Indonesia sendiri, warganet turut menyoroti kejanggalan dalam kejadian ini.
Salah satu komentar yang ramai dibahas menyoroti apa saja keanehan dari kasus Juliana.
"Minus 5 tapi mendaki gunung ekstrem tanpa kacamata? Aneh. Masih pemula, tapi langsung mendaki gunung se-ekstrem itu? Gear mendaki kok pakai jeans?" tulisnya.
"Guide lokal dan petugas di gate kok bisa mengizinkan? Teman-temannya malah ninggalin? Aneh. Tim SAR nggak salah! Mereka sudah melakukan yang terbaik," lanjutnya.
Publik juga mempertanyakan integritas penyelenggara tur serta kelayakan peserta dalam mengikuti pendakian berisiko tinggi seperti Rinjani.
Fakta Medan Rinjani yang Tidak Ramah Evakuasi
Gunung Rinjani bukan gunung biasa. Rinjani adalah gunung berapi aktif dengan ketinggian 3.726 meter, dikelilingi jurang terjal, kabut tebal, suhu rendah, dan medan berbatu.
Proses penyelamatan di sini tidak sesederhana pengiriman helikopter seperti di negara maju dengan infrastruktur canggih.
Basarnas bahkan harus menurunkan tim elit Basarnas Special Group (BSG) untuk menuruni tebing yang memiliki dua overhang, menyulitkan pemasangan anchor vertikal.
Hingga kini, media sosial masih dipenuhi perdebatan sengit tentang siapa yang patut disalahkan atas jatuhnya Juliana di rinjani.
Kontributor : Chusnul Chotimah