Suara.com - Pemuda-pemudi Aceh meminta Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad untuk memfasilitasi pengembalian status hukum Lapangan Blangpadang kepada Masjid Raya Baiturrahman.
Dewan Pengurus Daerah Barisan Pemuda Nusantara (DPD Bepro) Aceh secara resmi meminta pertolongan Dasco untuk menjembatani mereka dengan pemerintah pusat guna menata ulang aset bersejarah di bumi Darussalam tersebut.
Ketua DPD Bepro Aceh, Muhammad Fakhri Tarmizi mengatakan, seruan ini bukan sekadar permintaan administratif, melainkan panggilan untuk memulihkan keadilan sejarah dan kehormatan spiritual rakyat serambi Mekkah.
Fakhri Tarmizi menegaskan, Blangpadang memiliki nilai yang jauh melampaui fungsinya sebagai ruang publik biasa.
Baginya, lapangan ikonik ini adalah saksi bisu perjalanan panjang peradaban dan perjuangan Aceh yang tak terpisahkan dari jantung spiritualnya, Masjid Raya Baiturrahman.
“Blangpadang itu adalah napas sejarah Aceh. Ia adalah tanah wakaf yang sejak awal diabdikan untuk kemaslahatan Masjid Raya Baiturrahman," kata Fakhri, Senin (30/6/2025).
Dia melanjutkan, Masjid Raya Baiturrahman sendiri merupakan jantung spiritual rakyat Aceh.
Upaya memulihkannya bukan sekedar kebutuhan nostalgia semata, ini tentang keadilan sejarah dan kehormatan spiritual, tegas Fakhri lagi.
Seruan ini secara spesifik ditujukan kepada Sufmi Dasco Ahmad, yang dipandang memiliki posisi strategis sebagai pimpinan DPR RI.
Baca Juga: Putusan MK soal Pemilu Dipisah Sudah Final, DPR Mau Ambil Langkah Apa?
![Ketua DPD Bepro Aceh, Muhammad Fakhri Tarmizi, meminta bantuan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad untuk proses pengembalian Lapangan Blangpadang. [Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/06/30/93574-ketua-dpd-bepro-aceh-muhammad-fakhri-tarmizi.jpg)
Tak hanya itu, Fakhir juga menilai rekam jejak Dasco juga mumpuni karena kerap berhasil menjembatani aspirasi daerah dengan pemerintah pusat.
DPD Bepro Aceh berharap pengaruh Dasco dapat mempercepat proses pemulihan status tanah wakaf ini.
"DPD Bepro Aceh berharap, dengan posisi strategis Sufmi Dasco Ahmad sebagai tokoh nasional dan track record beliau yang sering menjembatani aspirasi rakyat dengan pemangku kebijakan, proses pemulihan status tanah waqaf ini dapat disegerakan," kata Fakhri.
Harapan besar juga disandarkan pada kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Dengan kedekatan historis dan emosional yang dimiliki Prabowo dengan rakyat Aceh, Bepro Aceh meyakini isu krusial ini akan mendapat perhatian serius dan tidak akan berlarut-larut.
“Presiden Prabowo tahu betul arti simbol dan sejarah. Kami yakin, dengan dukungan Pak Dasco, amanah masyarakat Aceh ini akan menemukan titik terang,” pungkas Fakhri.
Akar Sejarah dan Bukti Hukum yang Tak Terbantahkan
Klaim Bepro Aceh bukanlah tanpa dasar. Berbagai dokumen dan arsip, mulai dari era kolonial Belanda hingga dekade awal kemerdekaan Indonesia, memperkuat argumen bahwa kawasan Blangpadang merupakan bagian integral dari tanah wakaf yang diamanahkan untuk Masjid Raya.
Beberapa arsip agraria peninggalan Pemerintah Hindia-Belanda, khususnya yang dikeluarkan oleh Kantor Voor Landzaken (Kantor Urusan Tanah), secara eksplisit mengkategorikan wilayah Blangpadang sebagai moskeegrond atau tanah masjid.
Bukti ini, menurut para sejarawan, dapat ditemukan dalam Peta Banda Aceh (Koetaradja) bertanggal 1933 serta dokumen 'Register van Eigendommen en Grondbezit' yang kini tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
Peneliti sejarah Aceh terkemuka seperti Profesor A Hasjmy dan Drs Adnan Madjid, juga pernah mereproduksi catatan yang menunjukkan bahwa Blangpadang berada di bawah pengawasan ulee balang (penguasa lokal adat) yang bertanggung jawab atas tanah-tanah wakaf di sekitar komplek masjid.
Status Wakaf yang Dianggap Melekat Secara Syar'i
Persoalan utama muncul setelah kemerdekaan Indonesia. Meski fungsinya sebagai ruang spiritual terbuka bagi masyarakat terus berjalan, status formal Blangpadang mengalami perubahan seiring modernisasi administrasi negara.
Pendirian sejumlah instalasi militer dan sipil di atas lahan tersebut terjadi, namun menurut Fakhri, proses ini tidak disertai prosedur hukum pembatalan wakaf atau istibdal yang sah menurut syariat Islam.
Fakhri menambahkan, perubahan status administratif ini terjadi tanpa ada pembatalan resmi atas status wakaf.
Dalam hukum Islam dan perundangan kita, wakaf itu bersifat kekal dan tidak dapat dialihkan tanpa proses hukum agama yang sah.
"Maka, bila tidak ada istibdal atau penggantian secara syar’i dan formal, artinya status wakafnya tetap melekat. Perlu diingat, wakaf itu bukan milik negara, tapi titipan umat. Mengembalikan Blangpadang kepada Masjid Raya adalah mengembalikan martabat Aceh itu sendiri," tegasnya.
Aspek sosial dan budaya turut memperkuat urgensi pengembalian ini. Blangpadang telah lama menjadi panggung sakral bagi berbagai ritual keagamaan, dari zikir akbar hingga perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, menjadikannya ruang publik yang hidup dengan napas spiritualitas Islam.