- Penghapusan biaya BPHTB dan PBG (pengganti IMB) di 93% daerah di Indonesia menjadi strategi utama pemerintah untuk menyukseskan Program 3 Juta Rumah
- Pemerintah menunjukkan komitmen kuat dengan menaikkan kuota KPR FLPP menjadi 350.000 unit
- Menteri PKP Maruarar Sirait menekankan bahwa selain percepatan penyerapan anggaran, kualitas pembangunan dan pengawasan ketat menjadi prioritas
Suara.com - Angin segar berhembus kencang bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang memimpikan punya rumah sendiri. Di bawah komando Presiden Prabowo Subianto, pemerintah secara masif menghapuskan dua momok biaya terbesar dalam pembelian rumah: Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Perizinan Bangunan Gedung (PBG).
Kebijakan strategis ini diyakini menjadi kunci sukses untuk merealisasikan program ambisius penyediaan 3 juta rumah bagi rakyat. Sinyal kuat komitmen ini ditunjukkan langsung oleh Presiden Prabowo saat menyaksikan seremoni akad massal 26.000 unit KPR melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di Bogor, Senin (29/9/2025).
Prabowo menegaskan, program perumahan bukan hanya soal memenuhi kebutuhan papan, tetapi juga sebagai mesin penggerak ekonomi nasional yang vital.
"Perumahan selain memenuhi kebutuhan penting bagi rakyat, terutama yang MBR. (Perumahan) juga merupakan motor dari pertumbuhan dan pembangunan ekonomi," kata Prabowo.
Di balik gebrakan ini, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait, atau yang akrab disapa Ara, menyoroti peran sentral Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Menurutnya, Mendagri Tito adalah sosok kunci yang berhasil mendorong hampir seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk membebaskan biaya BPHTB dan PBG bagi MBR.
“Saya sampaikan terima kasih kepada Mendagri Tito Karnavian karena telah membantu pembebasan BPHTB dan PBG. Ini peran penting Pak Tito,” ujar Ara.
Ara menjelaskan bahwa keberhasilan lobi Mendagri membuat kebijakan pro-rakyat ini telah berlaku di sekitar 93% kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Penghapusan dua komponen biaya ini secara signifikan memangkas total pengeluaran yang harus ditanggung masyarakat saat membeli rumah pertama mereka.
Dukungan untuk program 3 juta rumah ini tidak hanya datang dari Kemendagri. Ara juga menyoroti peran krusial Kementerian Keuangan yang terus mengucurkan anggaran jumbo untuk sektor perumahan. Hal ini membuktikan keberpihakan penuh pemerintah pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.
“Contohnya, anggaran untuk rumah tidak layak huni tahun ini naik signifikan dari 45.000 unit menjadi 400.000 unit, atau meningkat hampir delapan kali lipat. Itu bukti keberpihakan pemerintah,” jelasnya.
Baca Juga: Presiden Prabowo Sebut Kesalahan Sistem Jadi Penyebab Kebocoran Anggaran Negara
Untuk mempercepat kepemilikan rumah, kuota KPR FLPP juga telah dinaikkan menjadi 350.000 unit pada tahun anggaran 2025. Skema pembiayaan ini menggunakan sistem blended-finance, di mana 75% dana berasal dari pemerintah melalui BP Tapera dan 25% sisanya dari kontribusi perbankan serta lembaga pendukung lainnya.
Meski demikian, Ara memberikan peringatan keras agar akselerasi program ini tidak mengorbankan kualitas. Ia menekankan pentingnya pengawasan agar penyerapan anggaran yang besar tidak disalahgunakan dan berujung pada praktik korupsi.
“Jangan hanya mengejar penyerapan tinggi, tapi juga harus berkualitas. Kalau penyerapan besar tapi ada penyalahgunaan, itu bisa berujung pada korupsi,” tegasnya.
Dengan kolaborasi lintas kementerian dan dukungan penuh dari pemerintah daerah, program 3 juta rumah diharapkan dapat berjalan mulus, memberikan hunian yang layak, terjangkau, dan berkualitas bagi jutaan keluarga Indonesia.