Suara.com - Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong akan membacakan pleidoi atau nota pembelaan pada Rabu (9/7/2035) mendatang.
Pleidoi tersebut dibacakan setelah Tom Lembong dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung.
“Baik jadi terhadap tuntutan pidana tersebut adalah hak terdakwa juga penasihat hukum untuk mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Seperti kami pernah sampaikan, kami berikan kesempatan baik terdakwa begitu juga penasihat hukum untuk mengajukan pembelaan di hari Kamis tanggal 10 Juli 2025,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
Namun, Kuasa Hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menilai persidangan itu seharusnya tidak digelar pada hari Kamis lantaran bersamaan dengan sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Pasalnya, pada persidangan Hasto dengan agenda yang juga menyampaikan pleidoi, diperkirakan akan ramai dengan pendukung Hasto dan simpatisan PDIP.
“Kami mengusulkan pembacaan pleidoi hari Jumat, satu minggu sesuai seperti hari ini. Karena mengingat waktu, dan kedua hari Kamis juga ada sidang Hasto di sebelah cukup ramai juga, kami mengusulkan Jumat,” ucap Ari.
“Kami dengar permohonan saudara ya, tapi kami sudah sampaikan di hari-hari sebelumnya dan juga bahkan Penuntut Umum kalau nggak salah di persidangan pemeriksaan terdakwa hari Selasa ya itu karena memang waktu persidangan terkait masa penahanan sudah terbatas, jadi mohon maaf kami sudah jadwalkan pembelaan di hari Kamis. Jumatnya sudah kita agendakan untuk replik satu hari. Penuntut Umum menyusun replik,” tutur Hakim Dennie.
“Kalau begitu kita usulkan Rabu saja,” sahut Ari.
“Baik kalau begitu, majelis mengabulkan untuk agenda pleidoi di hari Rabu, tanggal 9 Juli 2025. Untuk itu repliknya bisa di hari Kamis, 11-nya hari Jumat juga satu minggu dari sekarang adalah duplik,” tandas Dennie.
Baca Juga: Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara, Jaksa Ungkap Alasan Pemberat yang Mengejutkan
Tuntutan 7 Tahun
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung meminta majelis hakim untuk memberikan hukuman pidana 7 tahun penjara kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
Hal itu disampaikan dalam sidang dugaan korupsi pada impor gula kristal mentah yang menjadikan Tom Lembong sebagai terdakwa dengan agenda pembacaan tuntutan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu penjara selama 7 tahun," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
Usai jaksa membacakan amar tersebut, pengunjung sidang yang dipenuhi pendukung Tom Lembong berteriak meluapkan rasa kecewa.
Selain itu, Tom Lembong juga dituntut untuk membayar pidana denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar, maka diganti 6 bulan kurungan.
Sekadar informasi, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebanyak Rp 515,4 miliar dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada 2015-2016.
Jaksa menjelaskan angka tersebut merupakan bagian dari total kerugian keuangan negara akibat perkara ini yang mencapai Rp 578,1 miliar berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016 Nomor PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
![Terdakwa Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Thom Lembong saat menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (4/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/04/42873-sidang-tom-lembong-thomas-trikasih-lembong.jpg)
Diketahui, jaksa mengungkapkan Tom Lembong mengizinkan sejumlah perusahaan swasta untuk melakukan impor gula kristal mentah (GKM).
Secara terperinci, jaksa menyebut izin tersebut diberikan kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products, Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene, Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya, dan Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry,
Selain itu, Tom Lembong juga disebut memberikan izin kepada Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama, Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo, Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International, dan Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur.
“Mengimpor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP) padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Pada 2015, lanjut jaksa, Tom Lembong memberikan Surat Pengakuan sebagai Importir Produsen GKM kepada Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products untuk diolah menjadi GKP pada saat produksi dalam negeri GKP mencukupi dan pemasukan/realisasi impor GKM tersebut terjadi pada musim giling.
Lebih lanjut, jaksa menyebut Tom Lembongseharusnya menunjuk perusahaan BUMN untuk mengendalikan ketersediaan dan stabilisasi harga gula.
Namun, Tom justru menunjuk Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (PUSKOPOL), Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI- Polri.
Kemudian, Tom Lembong juga disebut memberi penugasan kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) untuk melakukan pengadaan GKP dengan cara bekerja sama dengan produsen gula rafinasi.
Mereka disebut telah menyepakati pengaturan harga jual gula dari produsen kepada PT PPI dan pengaturan harga jual dari PT PPI kepada distributor diatas Harga Patokan Petani (HPP).
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan/atau pasar murah,” ujar jaksa.
Perbuatan itu diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.