NasDem Sebut MK Langgar Konstitusi soal Pemisahan Pemilu, PKB: Sudah Final, Mau Bubarin MK?

Jum'at, 04 Juli 2025 | 18:29 WIB
NasDem Sebut MK Langgar Konstitusi soal Pemisahan Pemilu, PKB: Sudah Final, Mau Bubarin MK?
ILUSTRASI--NasDem Sebut MK Langgar Konstitusi soal Pemisahan Pemilu, PKB: Sudah Final, Mau Bubarin MK? [ANTARA FOTO/Fauzan/rwa]

Suara.com - Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid alias Gus Jazil, mempertanyakan sikap Partai NasDem yang menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) melanggar konstitusi terkait putusannya soal pemisahan Pemilu nasional dengan daerah. 

Jazilul berpandangan, jika MK dinyatakan melanggar dalam putusannya, semua pihak tak bisa menggugat karena sudah final dan mengikat.

"Berarti apa dong, kalau melanggar undang-undang dasar terus ngapain, terus apa, melanggar ini apa? MK diuji di MKMK gitu? Majelis kehormatan MK?" kata Jazilul di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7/2025). 

Ia menegaskan, semua pihak mau tak mau harus menjalankan putusan MK, sebab sudah final dan mengikat. 

"Ini kan sudah final. Kalau itu melanggar misalkan MK dianggap melanggar konstitusi terus apa? Apa maknanya dari statement itu? (Mau) bubar-in MK? Nah, ya terus apa? MK diberikan kewenangan oleh undang-undang semua putusannya final dan binding, close, selesai," katanya. 

Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid alias Gus Jazil. (Suara.com/Bagaskara)
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Jazilul Fawaid alias Gus Jazil. (Suara.com/Bagaskara)

"Kemudian ada perspektif ini melanggar konstitusi, ya putar perspektif itu, seandainya itu melanggar konstitusi terus ngapain? Terus mau apa? Ada aturan gak yang atur? Kalau ada lembaga negara yang melanggar konstitusi itu dia bubar-in atau dia apa? Terus untuk men-judge melanggar konstitusi itu pengadilan atau orang per orang?" sambungnya. 

Lebih lanjut, ia sebenarnya setuju dengan sikap NasDem, namun tak bisa berbuat banyak juga karena MK sudah buat putusan. 

"Ya saya setuju aja dengan NasDem, bukan gak setuju. Cuma pertanyaannya kalau gak setuju terus mau apa? Mau apa?," pungkasnya. 

NasDem Sebut MK Langgar Konstitusi

Baca Juga: Eks Jubir FPI Buka Suara soal Drama Ijazah Jokowi, Munarman Kuliti Kesalahan Polisi, Apa Itu?

Sebelumnya, Partai NasDem mengeluarkan sikap atas adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan Pemilu nasional dengan daerah. NasDem menilai adanya putusan itu inkonstitusional karena menabrak aturan di UUD 1945. 

Sikap itu disampaikan NasDem lewat konferensi pers yang disampaikan Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem, Lestari Moerdijat di Kantor DPP NasDem atau NasDem Tower, Jakarta, Senin (30/6/2025) malam. 

"Pelaksanaan putusan MK dapat mengakibatkan krisis konstitusional bahkan deadlock constitutional. Sebab, apabila Putusan MK dilaksanakan justru dapat mengakibatkan pelanggaran konstitusi," kata Lestari membacakan sikap NasDem. 

Menurutnya, Pasal 22E UUD NRI 1945 telah menyatakan pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali [ayat (1)]. Kemudian, pemilu (sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut) diselenggarakan untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, dan DPRD [ayat (2)]. 

Anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat. (Dok: DPR)
Anggota Komisi X DPR RI, Lestari Moerdijat. (Dok: DPR)

"Dengan demikian, ketika setelah 5 tahun periode DPRD tidak dilakukan pemilu DPRD maka terjadi pelanggaran konstitusional," katanya. 

Kemudian, NasDem merasa MK telah memasuki dan mengambil kewenangan legislatif terkait open legal policy yang merupakan kewenangan DPR RI dan Presiden (Pemerintah) terkait putusan terbarunya tersebut. 

Menurutnya, MK telah menjadi negative legislative sendiri yang bukan kewenangannya dalam sistem hukum yang demokratis dan tidak melakukan metode moral reading dalam menginterpretasi hukum dan konstitusi. 

"MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah, bahwa putusan hakim harus konsisten. Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum," ujarnya. 

"Pemisahan skema pemilihan Presiden, DPR RI, DPD RI dengan Kepala Daerah dan DPRD adalah melanggar UUD NRI 1945 dan karenanya Putusan MK tidak mempunyai kekuatan mengikat dan merupakan putusan inkonstitusional," sambungnya. 

NasDem merasa pasal 22E ayat (1)  UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan tiap 5 tahun sekali. Pemilu Anggota DPRD dan Kepala Daerah bagian dari rezim pemilu 5 tahunan tersebut. 

"MK dalam kapasitas sebagai guardian of constitution tidak diberikan kewenangan untuk merubah norma dalam UUD, sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan 5 tahun adalah inkonstitusional bertentangan dengan pasal 22E UUD NRI 1945," katanya. 

Di sisi lain, adanya putusan MK akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan DPRD. Namun NasDem menilai jika ada perpanjangan masa jabatan hanya berjalan tanpa landasan demokratis. 

Lebih lanjut, Lestari menyampaikan, NasDem juga merasa putusan MK bertabrakan dengan putusan MK sebelumnya. 

"Oleh karena itu, krisis konstitusional ini harus dicarikan jalan keluarnya agar semua kembali kepada ketaatan konstitusi dimana konstitusi memerintahkan pemilu (pileg dan pilpres) dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, tanpa ada perintah sistem pemilu seperti apa yang harus dijalankan, sehingga pilihan sistem penyelenggaraan pemilu harus kembali menjadi open legal policy sesuai yang dimaksudkan oleh konstitusi itu sendiri," katanya. 

NasDem pun menegaskan, seharusnya MK tunduk pada batas kebebasan kekuasaan kehakiman dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan norma baru. 

"Apalagi membuat putusan mengubah norma konstitusi UUD NRI 1945. Dengan keputusan ini MK sedang melakukan pencurian kedaulatan rakyat," katanya. 

"Partai NasDem mendesak DPR RI untuk meminta penjelasan MK dan menertibkan cara MK memahami norma Konstitusi dalam  mengekspresikan sikap kenegarawanannya yang melekat pada diri para hakimnya," pungkasnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI