Misteri Tewasnya Arya Daru dan Tugas Berisiko Diplomat, AS Pernah Lakukan Pengusiran Massal

Yazir F Suara.Com
Rabu, 09 Juli 2025 | 18:37 WIB
Misteri Tewasnya Arya Daru dan Tugas Berisiko Diplomat, AS Pernah Lakukan Pengusiran Massal
Ilustrasi jenazah (Shutterstock).

Suara.com - Kabar mengejutkan datang dari dunia diplomasi Indonesia dengan ditemukannya seorang diplomat muda, Arya Daru, dalam kondisi tak bernyawa di sebuah rumah kos.

Kondisi saat ditemukan yang mengenaskan dengan kepala terlakban, sontak memicu berbagai spekulasi. Pihak kepolisian masih terus melakukan penyelidikan mendalam untuk menyimpulkan apakah ini kasus pembunuhan atau ada faktor lain di baliknya.

Kasus ini, meski masih dalam penyelidikan, seolah membuka kembali kotak pandora tentang sisi gelap dunia diplomasi yang penuh intrik, yang tak jarang bersinggungan dengan aktivitas spionase atau intelijen.

Sejarah hubungan internasional mencatat banyak kasus di mana para diplomat, yang seharusnya menjadi jembatan antarnegara, justru menjadi pusat konflik karena dicurigai sebagai mata-mata. Seorang diplomat yang bertugas di negara asing memiliki kekebalan diplomatik di bawah Konvensi Wina 1961.

Namun, kekebalan ini tidak menjadikan mereka kebal dari konsekuensi jika terbukti melakukan aktivitas yang membahayakan keamanan negara tuan rumah. Tindakan paling umum yang diambil adalah mengusir diplomat tersebut dengan status persona non grata atau "orang yang tidak diinginkan."

Meninggalnya Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat ahli muda di Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) masih menyisakan teka-teki. (Suara.com/Kolase)
Meninggalnya Arya Daru Pangayunan, seorang diplomat ahli muda di Direktorat Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) masih menyisakan teka-teki. (Suara.com/Kolase)

Contoh Nyata

Insiden pengusiran diplomat bukanlah hal baru dan sering kali terjadi secara massal sebagai sinyal ketegangan politik tingkat tinggi. Salah satu contoh paling terkenal terjadi pada akhir 2016, ketika pemerintahan Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengambil langkah drastis.

Gedung Putih mengumumkan pengusiran 35 diplomat Rusia dan menutup dua kompleks milik Rusia di New York dan Maryland. Para diplomat tersebut diberi waktu hanya 72 jam untuk angkat kaki dari tanah Amerika.

Langkah tegas ini diambil Obama karena jengkel atas intervensi Rusia yang dinilai telah meretas dan mencampuri proses Pemilu Presiden AS.

Baca Juga: 6 Kunci 'Misteri Pembunuhan Ruang Tertutup' Diplomat Arya Daru Pangayunan

Dalam pernyataannya, Obama menyebut tindakan itu sebagai "respons yang diperlukan dan tepat atas upaya untuk merusak kepentingan AS yang melanggar norma-norma perilaku internasional yang sudah mapan." Dia juga menambahkan bahwa "semua orang Amerika harus waspada terhadap tindakan Rusia."

Kasus ini memicu aksi balasan dari Moskow, sebuah pola "tit-for-tat" yang menjadi ciri khas dalam dunia spionase diplomatik.

Barack Obama (Twitter/@BarackObama)
Barack Obama (Twitter/@BarackObama)

Rusia juga pernah mengusir diplomat dari negara lain dengan tuduhan serupa. Pada Maret 2025, misalnya, Rusia mengusir dua diplomat Inggris yang dituduh terlibat dalam aktivitas mata-mata.

Benua Eropa juga menjadi panggung yang kerap diwarnai pengusiran diplomat. Pada Februari 2023, Austria, negara yang dikenal sebagai salah satu pusat diplomasi dunia, mengusir empat diplomat Rusia karena tindakan yang tidak sesuai dengan status diplomatik mereka.

Wina memang telah lama dikenal sebagai "sarang mata-mata," di mana agen-agen rahasia berlindung di balik kekebalan diplomatik. Negara lain seperti Bulgaria juga pernah mengambil langkah serupa terhadap diplomat Rusia, terutama setelah ketegangan meningkat akibat invasi ke Ukraina.

Tidak hanya Rusia, negara-negara lain pun pernah terlibat dalam insiden serupa. Pada 2019, AS secara diam-diam juga pernah mengusir dua pejabat kedutaan China setelah mereka mencoba menyusup ke sebuah pangkalan militer yang sensitif.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI