Suara.com - Ada hal yang berbeda pada Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pagi ini. Sebab, terdapat dua metal detector yang berada di depan pintu lobi.
Metal detector ini ternyata disiapkan untuk sidang Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang digelar hari ini. Hasto dijadwalkan untuk membaca pleidoi atau nota pembelaan dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Andi Saputra mengatakan penggunaan perangkat dari pihak kepolisian itu hanya bersifat sementara.
“Untuk pengamanan sidang tertentu, PN meminta bantuan pengamanan dari Polri sehingga kebutuhan pengamanannya dalam bentuk apa, itu menjadi kewenangan Polri yang menentukan dalam mempersiapkan antisipasi-antisipasi kejadian, seperti jumlah anggota yang diturunkan, rekayasa jalan, alat taktis, dan sebagainya, termasuk juga pemasangan alat X-ray (metal detector) untuk memeriksa pengunjung pengadilan,” kata Andi kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).
Sebelum penggunaan metal detector, personel polisi juga terpantau sedang berjaga di dalam, depan, hingga luar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dituntut 7 Tahun Bui
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim untuk memberikan hukuman pidana 7 tahun penjara kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Selain itu, Hasto juga dituntut untuk membayar pidana denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar, maka diganti 6 bulan kurungan.
Baca Juga: Bela Rismon dan Roy Suryo, Ikrar Nusa Bhakti: Anda Tahu Ya Polisi Lebih Suka Lindungi Jokowi
Dakwaan Jaksa
Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Drama Kasus Hasto di KPK
Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
![Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto saat menunggu untuk menjalani sidang Tuntutam di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/03/15169-sidang-hasto-kristiyanto.jpg)
Selain itu, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.
Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.
Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.