Mantan Menteri Agama Beberkan 'Dosa' Gibran, Purnawirawan Siapkan Opsi Paksaan Makzulkan Wapres

Kamis, 10 Juli 2025 | 15:32 WIB
Mantan Menteri Agama Beberkan 'Dosa' Gibran, Purnawirawan Siapkan Opsi Paksaan Makzulkan Wapres
Forum Purnawirawan Prajurit TNI usul Gibran diganti. (Ist)

Suara.com - Suhu politik di bawah pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka kian memanas seiring dengan eskalasi tuntutan pemakzulan terhadap sang wakil presiden.

Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara terbuka menyatakan siap menempuh 'opsi paksaan' jika jalur konstitusional yang mereka ajukan terus menemui jalan buntu.

Ancaman untuk menggeruduk dan menduduki kompleks parlemen di Senayan kini menjadi sorotan utama, menandakan babak baru dalam upaya melengserkan Gibran dari jabatannya.

Tekanan ini mencapai puncaknya setelah surat tuntutan pemakzulan Gibran yang dilayangkan forum tersebut kepada Ketua DPR dan MPR pada 26 Mei 2025 lalu tak kunjung mendapat respon yang jelas.

Merasa diabaikan, para jenderal purnawirawan ini menegaskan tidak akan tinggal diam. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL), Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, dengan tegas menyuarakan ultimatum tersebut.

"Kalau sudah kita dekati dengan cara yang sopan, tapi diabaikan, enggak ada langkah lagi selain ambil secara paksa, kita duduki MPR Senayan sana, oleh karena itu saya minta siapkan kekuatan," ujar Slamet Soebijanto dikutip Kamis (10/7/2025).

Wapres, Gibran Rakabuming Raka bersama Presiden Prabowo dan Sufmi Dasco Ahmad. (Instagram)
Wapres, Gibran Rakabuming Raka bersama Presiden Prabowo dan Sufmi Dasco Ahmad. (Instagram)

Pernyataan keras ini menjadi sinyal bahwa kesabaran para purnawirawan telah menipis dan mereka siap memobilisasi massa jika diperlukan.

Surat tuntutan itu sendiri ditandatangani oleh sejumlah tokoh militer senior, termasuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Mereka menuduh Gibran telah melanggar hukum dan etika publik, sehingga tidak lagi layak menduduki posisi orang nomor dua di Indonesia.

Baca Juga: Wacana Pemakzulan Gibran 'Didinginkan' di Parlemen? Jokowi Sebut Syarat Berat, Istana justru Santai

Dalam konferensi pers yang sama, mantan Wakil Panglima TNI yang juga pernah menjabat Menteri Agama, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, membeberkan landasan hukum di balik tuntutan mereka.

Ia mengklaim bahwa pemakzulan Gibran telah memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.

"Secara nyata ya itu satu, dia sudah melakukan hal-hal yang sangat memalukan, apa dalam bahasa Undang-Undang itu disebut hal-hal tercela. Kedua, dia melakukan korupsi meskipun belum terbukti. Tapi kalau kita lihat, kita dengar bahwa segala hal yang disampaikan, rasanya enggak terbantahkan, itu terbukti," ungkap Fachrul Razi.

Lebih jauh, Fachrul Razi juga menyoroti syarat jabatan yang menurutnya sudah tidak lagi dipenuhi oleh Gibran.

"Dan selanjutnya yang ketiga, bahwa tidak lagi memenuhi syarat sebagai wakil presiden. Itu disebut nyata di dalam Pasar 7A Undang-Undang Dasar 45. Jadi kalau dari aspek itu saya kira sudah terpenuhi, tinggal sebetulnya DPR mengambil langkah-langkah mengusut apa betul sesuai itu, dan kalau sudah saya kira enggak usah tunggu lama-lama lah," tegasnya.

Kritik tajam bahkan menyentuh ranah personal, menyoroti kapasitas Gibran dalam memimpin.

"Kasihan bangsa ini, apa jadinya bangsa ini. Nanti jadi bahan ketawaan negara lain kita ini. Dipimpin oleh tamatan SMP, yang enggak jelas juga ilmunya, yang mengaku bahwa dia enggak pernah baca-baca pak, enggak ada budaya baca di rumah kami, kata beliau kan ya. Mungkin budayanya, budaya main game," ucap Fachrul.

Di sisi lain, institusi legislatif tampak belum bergerak. Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku belum menerima surat tersebut secara langsung, mengingat masa sidang baru saja dibuka.

"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk, namun nanti kalau sudah diterima tentu saja kita akan baca dan kita akan proses sesuai dengan mekanismenya," kata Puan di Kompleks Parlemen.

Sementara itu, mantan Presiden Joko Widodo, ayah dari Gibran, menanggapi isu ini sebagai dinamika politik yang wajar dalam sebuah negara demokrasi.

Menurutnya, ada mekanisme ketatanegaraan yang jelas dan syarat yang ketat untuk melakukan pemakzulan.

"Pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden misalnya korupsi, atau melakukan perbuatan tercela, atau melakukan pelanggaran berat. Itu baru [bisa dimakzulkan]," kata Jokowi.

Hingga kini, Gibran Rakabuming Raka sendiri belum memberikan komentar langsung terkait desakan pemakzulan yang ditujukan kepadanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI