Suara.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto secara terbuka mengakui bahwa AI menjadi salah satu sumber referensi utama untuk memperkaya khazanah argumen pembelaannya.
Hasto memosisikan pleidoinya sebagai sintesis antara modernitas teknologi dan heroisme sejarah.
Bahkan, ia menyandingkan penggunaan AI dengan inspirasi dari pleidoi ikonik 'Indonesia Menggugat' karya Bung Karno.
“Saya juga mendapatkan data data pleidoi dari artificial intelligence dan di situ menambah seluruh khazanah di dalam penyusunan pleidoi ini, termasuk saya pelajari secara khusus pleidoi dari Bung Karno ‘Indonesia Menggugat’ dan juga dari Mas Heri Akhmadi ‘Di Bawah Sepatu Lars’,” kata Hasto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).
Menurutnya, AI memberikan referensi krusial, misalnya terkait teori morality of law dari filsuf hukum Lon L. Fuller.
Lebih tajam lagi, Hasto mengklaim AI membantunya menemukan celah argumen jaksa terkait status ahli yang dihadirkan KPK.
“Terhadap seluruh dokumen-dokumen elektronik, menurut undang-undang informasi dan transaksi elektronik, itu ternyata yang namanya ahli yang dihadirkan oleh KPK itu seharusnya independen, sehingga bukan ahli yang digaji oleh KPK, itu menunjukkan adanya conflict of interest. Itu dari artificial intelligence,” jelasnya.
Ancaman Pidana Serius di Depan Mata
Meskipun pleidoi Hasto diwarnai inovasi teknologi, tuntutan yang dihadapinya tetaplah serius.
Baca Juga: Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Melawan: Ini Penjajahan Gaya Baru
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman berat.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun,” tegas jaksa saat membacakan tuntutan, Kamis (3/7/2025).
Selain kurungan badan, Hasto juga dituntut membayar denda Rp 600 juta, yang jika tidak dipenuhi akan diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
Tuntutan berat ini berakar pada dua dakwaan utama.
Pertama, Hasto diyakini terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp 400 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme PAW.
Untuk dakwaan ini, jaksa menjeratnya dengan Pasal 5 Ayat (1) UU Tipikor.