Suara.com - Pemerintah secara terbuka mengakui bahwa kapasitas fiskal negara saat ini belum memungkinkan untuk membiayai secara penuh seluruh kebutuhan program pendidikan dasar gratis sembilan tahun, baik di sekolah negeri maupun swasta.
Implikasi dari keterbatasan anggaran ini menuntut implementasi amanat konstitusional yang akan dilakukan secara bertahap.
Pengakuan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen), Suharti, dalam forum rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI.
Agenda utama rapat tersebut adalah pembahasan lanjutan mengenai implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengamanatkan pendidikan gratis selama 9 tahun di seluruh institusi pendidikan dasar.
Suharti memaparkan bahwa meskipun komitmen pemerintah terhadap pendidikan gratis sangat tinggi, realitas kemampuan fiskal menjadi kendala utama.
Pemerintah hanya sanggup menyediakan pembiayaan hingga batas tertentu, tanpa merinci lebih jauh batasan yang dimaksud.
"Pemerintah juga menyediakan pembiayaan sampai batas tertentu. Jadi tidak memungkinkan, belum memungkinkan barangkali dengan kapasitas fiskal yang ada untuk membiayai keseluruhan kebutuhan sekolah baik negeri maupun swasta," kata Suharti di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas program, Suharti menegaskan bahwa pemenuhan putusan MK akan dieksekusi secara gradual.
Ia juga menekankan bahwa keterbatasan finansial tidak boleh menjadi alasan untuk mengorbankan standar mutu pendidikan yang telah ada.
Baca Juga: Sekolah Swasta Gratis di Jakarta Tahun Ini? Gubernur Tunggu Perpres Prabowo
"Pemenuhan (hasil putusan MK) akan dilakukan secara bertahap. Kemudian, bahwa pelaksanaannya tidak boleh mengorbankan kualitas," tuturnya.
Di tengah keterbatasan ini, putusan MK ternyata masih membuka ruang bagi partisipasi publik.
Suharti mengonfirmasi bahwa kontribusi dari masyarakat tetap dimungkinkan untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar.

Hal ini, menurutnya, sejalan dengan pernyataan yang telah disampaikan oleh Menteri Dikdasmen.
"Sebagaimana putusan MK, yang sudah dikonfirmasi oleh Pak Menteri juga, bahwa masyarakat masih dimungkinkan untuk memberikan kontribusi," imbuhnya.
Meskipun demikian, pemerintah menjamin adanya jaring pengaman sosial.
Peserta didik yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah atau miskin dipastikan akan tetap dibebaskan dari segala bentuk iuran dan pembiayaan.
Kebijakan afirmatif ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi X dalam RDP sebelumnya.
Sebagai langkah konkret mengatasi defisit pembiayaan, Kementerian Dikdasmen telah mengajukan usulan penambahan pagu anggaran untuk tahun 2026 sebesar Rp71,11 triliun.
Usai rapat, Menteri Dikdasmen, Abdul Mu'ti, menjelaskan bahwa salah satu alokasi utama dari penambahan anggaran tersebut adalah untuk merealisasikan putusan MK.
"Anggaran yang kami rancang untuk pemenuhan putusan MK, terutama kaitannya dengan pendidikan bagi negeri dan swasta," ujar Mu'ti.
Ia menaruh harapan besar bahwa suntikan dana tersebut dapat secara signifikan meningkatkan kualitas serta mutu pelayanan pendidikan bagi seluruh anak bangsa, tanpa memandang latar belakang ekonomi.
Namun, Mu'ti juga bersikap realistis bahwa proses perbaikan ini memerlukan waktu dan tidak dapat terjadi secara instan.
"Memang semuanya masih bertahap, belum bisa dipenuhi secara keseluruhan anggaran yang memang idealnya kita ajukan. Tapi paling tidak, dukungan DPR untuk anggaran ini menjadi bagian penting dari upaya kita untuk dapat memberikan pemenuhan layanan pendidikan untuk semua," katanya.