DPR Desak Kemenag Setop Praktik 'Haji Jalur Cepat' Pejabat Daerah

Jum'at, 11 Juli 2025 | 23:16 WIB
DPR Desak Kemenag Setop Praktik 'Haji Jalur Cepat' Pejabat Daerah
Ilustrasi ibadah haji. DPR menyoroti pejabat daerah yang diduga menyalahgunakan wewenang. [ANTARA FOTO/Andika Wahyu/foc]

Suara.com - Praktik penyalahgunaan wewenang diduga marak terjadi dalam proses penyelenggaraan haji.

Sejumlah pejabat daerah, dari bupati hingga anggota DPRD, dituding hanya 'numpang nama' sebagai Petugas Haji Daerah (PHD) untuk memotong antrean haji, tanpa menjalankan tugas melayani jemaah.

Ironisnya, perjalanan mereka yang dibiayai uang rakyat ini justru diwarnai dengan perilaku minta dilayani.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abidin Fikri, secara terbuka mengkritik keras praktik lancung yang dilakukan oleh sejumlah pejabat daerah dalam rekrutmen petugas haji.

Menurutnya, banyak pejabat yang terdaftar sebagai Petugas Haji Daerah (PHD) tidak menjalankan tugasnya dan hanya memanfaatkan status tersebut untuk kepentingan pribadi.

"Ada petugas haji yang bekerja sungguh-sungguh, itu luar biasa. Tapi ada juga, mohon maaf, terutama dari petugas haji daerah, yang hanya numpang nama," tegas Abidin dalam forum resmi yang disiarkan TV Parlemen, Jumat (11/7/2025).

Abidin menyoroti keberadaan para elit daerah—seperti bupati, wakil bupati, anggota DPRD, hingga pejabat provinsi—dalam daftar petugas haji. Alih-alih membantu jemaah, para pejabat ini justru kerap bersikap sebaliknya dan membebani tim.

“Bagaimana kita mau menyuruh seorang bupati atau anggota DPRD untuk mendorong kursi roda jemaah? Kenyataannya, mereka malah minta dilayani,” ungkapnya dengan nada kritis.

Politisi PDI Perjuangan ini mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera merumuskan kriteria dan standarisasi yang ketat bagi calon petugas haji daerah.

Baca Juga: Tahun Depan Kemenag Tak Lagi Urus Haji, Diambil Alih BPH?

Selama ini, kekosongan aturan tersebut menjadi celah yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk mendapatkan fasilitas haji tanpa melalui antrean panjang.

"Ke depan, harus ada kriteria yang jelas. Karena sekarang tidak ada standarisasi, kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka yang memanfaatkan celah nomenklatur dalam Undang-Undang," jelas Abidin.

Ia menegaskan bahwa modus ini tidak hanya mencederai rasa keadilan tetapi juga merugikan keuangan daerah, karena keberangkatan mereka dibiayai oleh APBD. Jumlahnya pun tidak sedikit.

Abidin memaparkan bahwa setiap kloter bisa diisi oleh tiga orang PHD, yang jika ditotal dari ratusan kloter, angkanya menjadi sangat signifikan.

"Silakan cek data petugas haji daerah yang saya sudah minta ke Kemenag. Mereka menggunakan hak jemaah reguler, tapi tidak bertugas. Isinya ya para elit kabupaten dan provinsi itu," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI