Menelusuri Kasus Dana Hibah Jatim: KPK Periksa Anggota DPRD Kota Blitar

Bella Suara.Com
Senin, 14 Juli 2025 | 20:35 WIB
Menelusuri Kasus Dana Hibah Jatim: KPK Periksa Anggota DPRD Kota Blitar
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo. ANTARA/Rio Feisal.

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) di Jawa Timur.

Kali ini, sorotan publik tertuju pada pemeriksaan terhadap anggota DPRD Kota Blitar, Yohan Tri Waluyo, sebagai saksi kunci dalam pengusutan aliran dana haram tersebut.

Fokus Pemeriksaan: Aliran Dana ke Tersangka

Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa penyidik tengah menelusuri transaksi mencurigakan dari kelompok masyarakat kepada para tersangka.

“Penyidik mendalami terkait dengan adanya aliran uang dari para saksi, yaitu selaku kelompok masyarakat, kepada pihak-pihak terkait yang sudah ditetapkan tersangka,” ujar Budi pada Senin (14/7/2025).

Menurutnya, Yohan Tri Waluyo diperiksa terkait dugaan keterlibatan dalam proses mendapatkan dana hibah pokmas dari APBD Jatim Tahun Anggaran 2021–2022.

Ini merupakan bagian dari upaya KPK mengungkap jaringan penerima dan pemberi suap dalam skema yang menyasar anggaran publik di tingkat daerah.

Lebih dari Sekadar Legislator: Saksi Kunci Dalam Skandal Hibah

Selain Yohan, KPK juga memanggil empat saksi lainnya, yakni Handri Utomo, Sa’ean Choir, Totok Hariyadi, dan Puguh Supriadi.

Dua nama pertama hadir dan diperiksa, sementara dua lainnya mangkir dari panggilan pemeriksaan yang dijadwalkan di Polresta Blitar.

Perkembangan kasus ini menunjukkan bahwa dugaan korupsi tidak hanya melibatkan aktor politik, namun juga pihak swasta yang menjadi perantara ataupun penerima manfaat langsung dari dana hibah tersebut.

Baca Juga: Kasus Kredit Fiktif, KPK Sita Tanah dan Uang Rp 411 Juta

21 Tersangka, Skema Korupsi Terstruktur

Skandal ini makin terbongkar sejak 12 Juli 2024, saat KPK secara resmi menetapkan 21 orang tersangka.

Empat orang ditetapkan sebagai penerima suap, termasuk tiga penyelenggara negara dan satu staf mereka.

Sisanya, 17 orang, ditetapkan sebagai pemberi suap, terdiri dari 15 pihak swasta dan dua pejabat negara.

Kasus ini terindikasi mencakup penggelontoran dana hibah di delapan kabupaten di Jawa Timur, yang menjadi area rawan penyalahgunaan anggaran publik untuk kepentingan politik maupun pribadi. (Ant)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI