suara hijau

Indonesia Terancam Gagal Capai Target Net Zero jika Strategi Transportasi Tak Diubah, Mengapa?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 15 Juli 2025 | 10:40 WIB
Indonesia Terancam Gagal Capai Target Net Zero jika Strategi Transportasi Tak Diubah, Mengapa?
Pengemudi berdiri di depan bus listrik Transjakarta di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Selasa (10/12/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

“Dari hasil pemodelan kami, pada tahun 2050 jarak tempuh per kapita diperkirakan melonjak hingga dua kali lipat. Tanpa strategi dekarbonisasi sektor transportasi, lonjakan ini akan memperburuk kemacetan, kenaikan impor bahan bakar minyak, dan polusi udara yang memperparah krisis kesehatan dan beban fiskal,” kata Fabby.

Tanpa langkah korektif, dampak ekonominya akan besar. Prabowo bisa gagal memenuhi target pertumbuhan ekonomi 8 persen di akhir 2029. Impian Indonesia Emas pun bisa pupus.

Laporan ISMO 2025 mencatat, 80 persen emisi dari sektor transportasi berasal dari transportasi jalan. Mobil penumpang pribadi, angkutan barang, dan sepeda motor jadi penyumbang utama. Emisi terbesar datang dari mobil (35%), lalu angkutan barang (30%), sepeda motor (28%), dan bus (6%).

Analis kebijakan lingkungan IESR, Ilham R F Surya,  menyebut faktor kebiasaan dan persepsi juga berperan. Berdasarkan survei BPS tahun 2023, motor masih dipilih karena dianggap lebih cepat dan andal.

Sementara 42 persen pengguna mobil memilih moda tersebut karena kenyamanan. Studi lain menunjukkan bahwa saat penghasilan meningkat di atas Rp4 juta per bulan, penggunaan motor dan transportasi umum justru menurun. Penggunaan mobil pribadi malah naik.

“Di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta, transportasi umum masih belum menjadi pilihan yang menarik. Para komuter atau mereka yang rutin bepergian ke tempat kerja memandang keterbatasan akses, waktu tempuh yang tidak menentu, dan keterlambatan menjadi faktor yang membuat mereka enggan menggunakan kendaraan umum,” jelas Ilham.

IESR menekankan pentingnya strategi ASI yang inklusif dan adil. Pendekatan Avoid bisa diterapkan lewat pembangunan kota yang terintegrasi dengan transportasi publik (Transit Oriented Development/TOD).

Manajemen perjalanan atau Traffic Demand Management (TDM) juga perlu diterapkan: mulai dari hari bebas kendaraan, sistem ganjil-genap, congestion pricing, sampai kebijakan kerja dari rumah.

Strategi Shift dijalankan dengan meningkatkan layanan transportasi publik seperti TransJakarta. Skema Buy The Service (BTS) jadi salah satu cara menjamin tarif terjangkau dan standar layanan yang lebih baik. Di saat yang sama, infrastruktur transportasi di luar Jawa juga perlu diperluas untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah.

Baca Juga: IKM Punya Peran Kunci Capai Target Net Zero Emissions 2050, Apa Saja Tantangannya?

Sementara dalam strategi Improve, pemerintah perlu mendorong adopsi kendaraan listrik. Baik lewat insentif fiskal dan nonfiskal, maupun dengan memastikan kepastian kebijakan jangka panjang. Diversifikasi pasar dan produsen juga penting agar harga bisa lebih kompetitif.

Selain itu, standar bahan bakar juga harus ditingkatkan, seperti penerapan standar EURO IV untuk kendaraan konvensional.

“Implementasi pendekatan dan strategi Avoid–Shift–Improve (ASI) secara bersamaan akan memberikan dampak positif, seperti mengurangi kendaraan pribadi, mendorong transportasi publik, menekan konsumsi bahan bakar fosil, dan mempercepat adopsi teknologi rendah emisi,” ujar Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi IESR, Faris Adnan Padhilah.

Faris juga mencatat bahwa strategi ini berpotensi menurunkan emisi puncak pada 2030 sebesar 18 persen—dari 201 juta ton ke 164 juta ton. Jika konsisten, Indonesia bisa lebih cepat mencapai target NZE di sektor transportasi, bahkan sebelum 2060.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI