Seseorang yang sudah mencapai tahap "bermain" dengan lakban industrial pasti sudah sangat berpengalaman dan akan memiliki sistem penyelamatan yang canggih.
Pertanyaan kunci yang belum terjawab menurut Zoya, "Tangannya dia itu dilakban apa enggak? Ke depan atau ke belakang?"
Jika tangan korban terikat atau tidak mampu menjangkau wajahnya untuk melepas lakban, maka konsep self-rescue sepenuhnya gugur. Ini lebih mengarah pada tindakan yang dilakukan oleh orang lain.
4. Metode yang Terlalu Ekstrem dan Tidak Lazim
Bahkan jika mengabaikan tiga poin sebelumnya, cara lakban membungkus wajah korban dinilai terlalu ekstrem untuk sebuah praktik AEA. Tujuan dari aktivitas ini adalah merasakan sensasi kekurangan oksigen, bukan memblokade total aliran udara hingga tewas seketika.
"Avaxiation itu dia mencari suasana-suasana antara momen antara mau matinya itu momen sesaknya... Tapi kalau ini udara pun biasanya dia hanya di sekitar hidung. Enggak mungkin sampai ketutup sepenuhnya. Minimal sampai saat ini saya belum pernah tahu ada kasus yang segitu fullnya," papar Zoya.
Kesimpulannya jelas. Dari perspektif seksologi, skenario kematian Arya Daru tidak sesuai dengan pola AEA. Kurangnya bukti pendukung, penggunaan alat yang tidak logis, absennya mekanisme penyelamatan diri, dan metode yang terlalu ekstrem secara kolektif membantah spekulasi liar tersebut.
"Versi seksolog kayaknya enggak mungkin deh. Kecuali ada data-data baru ya," tegas sang pakar.
Dengan terpatahkannya teori ini, fokus penyelidikan kembali mengarah pada dugaan yang jauh lebih mengerikan: sebuah pembunuhan berencana yang sengaja direkayasa agar terlihat seperti sesuatu yang lain.
Baca Juga: 4 Kejanggalan Kematian Diplomat Arya yang Bikin Kriminolog UI Tak Percaya Kasus Bunuh Diri