Pengakuan Mengejutkan Menteri Iftitah: Saya Penjarakan 22 Prajurit TNI Pelaku Pungli di Aceh

Kamis, 17 Juli 2025 | 12:28 WIB
Pengakuan Mengejutkan Menteri Iftitah: Saya Penjarakan 22 Prajurit TNI Pelaku Pungli di Aceh
Menteri Transmigrasi M Iftitah Sulaiman dalam agenda Pencanangan SPI KPK 2025 dan Pembangunan Zona Integritas menyampaikan pengalamannya memenjarakan anak buahnya. [Suara.com/Dea]

Suara.com - Pengakuan mengejutkan disampaikan Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam acara Pencanangan Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK 2025 dan Pembangunan Zona Integritas di lingkungan Kementerian Transmigrasi.

Jauh sebelum menjabat, saat masih menjadi komandan di tengah konflik Aceh, ia pernah mengambil langkah drastis, yakni memenjarakan 22 prajuritnya sendiri karena melakukan pungutan liar (pungli).

Kisah operasi senyap untuk membersihkan internal satuannya ini diungkap di hadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai peringatan keras bagi jajarannya di kementerian agar tidak bermain-main dengan integritas.

Tujuannya, memberikan contoh nyata bahwa pemberantasan korupsi harus dimulai dari pembersihan di dalam.

Iftitah mengenang peristiwa yang terjadi sekitar Februari 2005, ketika ia memimpin satuan Yonkav-8 untuk menangani konflik di Aceh.

Salah satu tugas utamanya adalah mengamankan rute logistik dan jalan raya dari pembajakan kelompok gerilya.

“Jadi biasanya kalau ada bis lewat dibajak oleh gerilya, terus kemudian diambil barang-barangnya. Ada truk lewat, di-stop, terus kemudian diambil atau dipalakin lah kira-kira begitu atau diambil isi barangnya,” kata Iftitah di Balai Makarti, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025).

Namun, di tengah pelaksanaan tugas itu, Iftitah menemukan fakta pahit. “Nah, kami melaksanakan pengamanan itu.

Dalam perjalanannya, saya melihat ternyata ada juga oknum-oknum TNI yang melakukan pungli atau pungutan liar,” tambahnya.

Baca Juga: Komitmen Antikorupsi, Menteri Transmigrasi Bacakan Deklarasi Makarti

Baginya, praktik kotor ini bukan sekadar pelanggaran, melainkan salah satu pemicu yang membuat konflik Aceh terus berkepanjangan.

Masyarakat setempat terjepit dari dua sisi: mereka dipaksa membayar 'Pajak Nanggroe' oleh kelompok gerilya, sementara di sisi lain turut menjadi korban pemerasan oleh oknum aparat negara.

“Oleh karena itu, pada saat itu, di lingkup kesatuan Yonkav-8, kami melakukan evaluasi dan terus kemudian saya melakukan semacam penelaahan, observasi. Lalu kemudian saya sampaikan kepada seluruh prajurit bahwa jangan ada yang pungli,” ujar Iftitah.

Ilustrasi pungli di pemerintahan. [Istimewa]
Ilustrasi pungutan liar atau pungli. [Istimewa]

Namun, peringatan keras itu tak sepenuhnya diindahkan. Mengetahui masih ada prajurit yang nekat, Iftitah membentuk Satuan Gugus Tugas Intelijen khusus untuk menjaring anggotanya yang 'nakal'. Hasilnya mencengangkan.

“Akhirnya sekitar 22 orang kita sel. Jadi pada saat itu kita punya sel, gerilyawannya cuma satu orang, TNI-nya 22 orang yang kita sel. Nah, dari situ mulai terbangun kesadaran dari internal,” tegas Iftitah.

Berkaca dari pengalaman pahit di medan perang itulah, Iftitah kini menuntut standar integritas tanpa kompromi di Kementerian Transmigrasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI