Gaya Gibran di Lemhannas Diapresiasi Pengamat Intelijen: Dia Hormati Para Senior

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Kamis, 17 Juli 2025 | 12:45 WIB
Gaya Gibran di Lemhannas Diapresiasi Pengamat Intelijen: Dia Hormati Para Senior
Gaya Gibran saat di acara Lemhanas diapresiasi Pengamat Intelijen. [youtube setwapres]

Suara.com - Dinamika politik pasca-Pilpres 2024 terus menghangat, dengan setiap gerak-gerik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tak pernah luput dari sorotan.

Di tengah derasnya kritik dan pujian, pengamat intelijen dan keamanan nasional, Ridlwan Habib, muncul dengan analisis dua sisi yang tajam: sebuah apresiasi atas substansi Gibran, sekaligus sebuah "resep keras" bagi lawan politik yang dinilai sudah keluar jalur.

Ridlwan secara terbuka memuji penampilan Gibran di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) yang menurutnya jauh dari citra Gibran yang selama ini dibangun di ruang publik.

Namun di sisi lain, ia memberikan sentilan menohok pada pihak-pihak yang dinilai gagal move on dan kini mulai mengarahkan serangan pada ranah personal, termasuk kepada istri Gibran, Selvi Ananda.

Gagasan Cerdas di Forum Strategis

Penampilan Gibran di hadapan para perwira tinggi dan calon pemimpin bangsa di Lemhannas menjadi titik awal analisis Ridlwan.

Ia melihat ada substansi dan gagasan visioner yang ditampilkan oleh putra sulung Presiden Jokowi tersebut. Hal ini, menurutnya, adalah sebuah sinyal positif yang patut dihargai.

"Dik Gibran, aku nyebutnya Dik, wong tua aku. Dik Gibran waktu di lemhanas kan bagus itu. Bicara artificial intelligence, bicara soal kemenyan jadi parfum," ujar Ridlwan, mengapresiasi bagaimana Gibran menyentuh isu teknologi modern hingga inovasi produk lokal yang out-of-the-box.

Ia juga menyoroti gaya kepemimpinan Gibran yang unik dan penuh hormat. Alih-alih mendominasi panggung, Gibran memilih untuk membuka ruang dialog.

Baca Juga: Rocky Gerung: Jika Gibran Dimakzulkan Jadi Hukuman Tak Langsung untuk Jokowi

"Bayangin seorang wapres, Dik Gibran ini maju ke depan dikasih panggung untuk ceramah, karena menghormati para senior cuma pembukaan doang, terus monggo siapa yang mau tanya. Jadi senior-seniornya bintang 2, bintang 1 yang ngomong, jadi Gibran cuma merespons itu," jelasnya.

Dalam acara Pembekalan Peserta Pendidikan Penyiapan &Pemantapan Pimpinan Nasional P4N Angkatan 68 Lemhanas, Gibran memang hanya memberikan sambutan singkat. Dia lalu membuka kesempatan dialog kepada para peserta yang merupakan para jenderal TNI dan Polri.

"Kasih Kesempatan, Dia Sedang Berjuang"

Meskipun memberikan pujian, Ridlwan secara jujur mengakui posisinya dalam pemilu lalu.

"Kalau saya di track record, saya tidak milih dia. Cuma dalam konteks ini, dia sudah terpilih," ungkapnya dikutip dari Youtube Zulfan Lindan Unpacking Indonesia.

Pengakuan ini justru memperkuat objektivitas pandangannya. Baginya, kontestasi telah usai dan kini saatnya memberikan kesempatan kepada pemimpin terpilih untuk bekerja.

Ia melihat Gibran sebagai representasi anak muda yang sedang berjuang membuktikan kapasitasnya di panggung tertinggi.

"Kasih waktu lah. Dia sedang melakukan sesuatu hari ini. Kasih kesempatan. Ini anak muda, lebih muda dari kita. Tapi kan dia sedang berjuang untuk menunjukkan bahwa gue juga bisa," tegas Ridlwan.

Ia pun menetapkan batasan yang jelas bagi kritik. Kritik harus didasarkan pada fakta dan pelanggaran hukum yang konkret, bukan sekadar mencari-cari kesalahan.

"Dihargai kecuali ada pelanggaran spesifik detail jelas pelanggaran hukum yang melanggar konstitusi masuklah ke situ. Tapi kalau kemudian dicari-cari, diungkap-ungkap yang secara pembuktian masih belum ada, apa ya begitu," paparnya.

Peringatan Keras: "Jangan Merembet ke Istri!"

Di sinilah analisis Ridlwan menjadi sangat tajam. Ia mengamati adanya pergeseran pola serangan yang menurutnya tidak sehat dan kontraproduktif.

Ketika opini untuk menyerang Gibran mulai tumpul, sasaran beralih ke orang terdekatnya, sebuah taktik yang ia kritik keras.

"Gagal mengalahkan opini soal Dik Gibran, ke istrinya, Dik Selvi ini ga bisa bicara. Kok terus merembet ke istri, nanti merembet ke Jan Ethes," ungkapnya dengan nada prihatin.

Baginya, menyeret keluarga ke dalam arena pertarungan politik adalah sebuah tanda kekalahan strategi dan kegagalan untuk move on.

Sebagai gantinya, Ridlwan menawarkan "resep" yang lebih konstruktif bagi oposisi. Daripada terjebak dalam sentimen personal, ia menyarankan agar energi tersebut dialihkan untuk mempersiapkan kontestasi berikutnya.

"Ga move on lah kita ini bang, waktunya sudah mepet, bentar lagi juga sudah pemilu lagi. Kalau tidak setuju sama Gibran, kan ada waktu untuk mengalahkan dia kalau dia maju lagi. Yang mau ngalahin Gibran, bekerjalah dari sekarang, bangun tim. Mulai rekrut anak-anak muda," sarannya.

Analisis ini ditutup dengan metafora perang yang lugas, sebuah panggilan untuk bangkit dari kekalahan dan bersiap untuk pertarungan gagasan di masa depan, bukan dengan menyerang personal.

"Oke kita udah perang kalah, kita siapin, nanti kalau Gibran maju lagi berperang lagi," ucap Ridlwan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI