Analis Ungkap Alasan Jokowi Pilih PSI: Tak Punya Opsi Lain dan Demi Jaga Pengaruh di Era Prabowo?

Jum'at, 18 Juli 2025 | 12:56 WIB
Analis Ungkap Alasan Jokowi Pilih PSI: Tak Punya Opsi Lain dan Demi Jaga Pengaruh di Era Prabowo?
Presiden ke-7 Jokowi saat memakai jaket PSI di kediamannya Kota Solo. (Suara.com/Ari Welianto)

Tantangan Tawar Politik di Hadapan Prabowo

Jokowi dan Prabowo Subianto di pesta nikah Tamara Kalla (TikTok/@menujuindonesiamaju)
Jokowi dan Prabowo Subianto di pesta nikah Tamara Kalla (TikTok/@menujuindonesiamaju)

Meski demikian, bergabung dengan PSI tidak serta-merta menjadi tiket emas bagi Jokowi untuk memiliki daya tawar yang kuat di hadapan pemerintahan Prabowo.

Yunarto mengingatkan bahwa kekuatan sebuah partai di parlemen masih menjadi ukuran utama dalam negosiasi politik tingkat tinggi.

"Bergabungnya Jokowi ke PSI belum tentu secara signifikan meningkatkan bargaining politiknya dengan Prabowo, karena PSI bukan partai parlemen besar," kata Yunarto.

Kekuatan utama Jokowi nantinya akan bertumpu pada pengaruh personalnya dan kemampuannya menjaga basis loyalis.

Ujian sesungguhnya atas efektivitas 'Jokowi effect', termasuk dampaknya pada karier politik Gibran Rakabuming Raka, baru akan terbukti pada kontestasi elektoral selanjutnya di Pemilu 2029.

Langkah Tak Lazim Seorang Mantan Presiden

Jokowi. [Suara.com/Ari Welianto]
Jokowi. [Suara.com/Ari Welianto]

Manuver Jokowi ini juga menandai sebuah fenomena yang dianggap berbeda dari presiden-presiden Indonesia sebelumnya. Secara tradisi, para pemimpin yang telah purna tugas cenderung mengambil peran sebagai negarawan, menjaga jarak dari politik praktis sehari-hari.

"Tren Jokowi yang baru mencari partai setelah selesai menjabat presiden dianggap tidak lazim dibandingkan presiden-presiden sebelumnya yang justru mulai mengurangi peran politik praktis setelah lengser," imbuh Yunarto.

Baca Juga: Tinggalkan Jauh Suara Dua Lawannya, Kaesang Hampir Dipastikan Menang Pemilu Raya PSI?

Langkah ini menunjukkan bahwa Jokowi memilih jalan yang berbeda dalam mengelola transisi kekuasaannya. Alih-alih menjadi 'sesepuh' bangsa yang berada di atas arena, ia tampaknya lebih memilih untuk tetap berada di dalam gelanggang, siap untuk bermain dan mempengaruhi jalannya pertandingan politik di tahun-tahun mendatang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI