Jalan Terjal Pemakzulan Gibran: Mungkinkah Para Jenderal Tumbangkan Dominasi Prabowo di Senayan?

Jum'at, 18 Juli 2025 | 14:15 WIB
Jalan Terjal Pemakzulan Gibran: Mungkinkah Para Jenderal Tumbangkan Dominasi Prabowo di Senayan?
Pernyataan sikap Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan. (YouTube)

Suara.com - Panggung politik nasional terus membara di pertengahan Juli ini. Sorotan tajam mengarah pada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, tokoh muda yang berada di puncak kekuasaan.

Namun, tekanan tidak datang dari lawan politik biasa, melainkan dari barisan purnawirawan jenderal TNI yang kenyang pengalaman tempur dan kenegaraan.

Mereka secara terbuka dan serempak 'turun gunung', melayangkan surat tuntutan pemakzulan Gibran ke MPR dan DPR RI, mendesak Gibran untuk lengser dari jabatannya.

Sikap keras para jenderal ini sontak membelah opini publik dan melahirkan spekulasi liar.

Di satu sisi, muncul pertanyaan sinis: apakah ini hanyalah bentuk iri hati atau post power syndrome dari para senior yang melihat seorang anak muda melesat ke tampuk kekuasaan tanpa meniti karier dari bawah?

Namun di sisi lain, muncul pertanyaan yang lebih fundamental: apakah ini adalah alarm darurat dari para penjaga Sapta Marga yang melihat adanya ancaman serius terhadap konstitusi dan masa depan bangsa?

Dua Motif Utama di Balik Desakan Pemakzulan

Wapres Gibran Rakabuming Raka peringatkan penerima BSU BPJS Ketenagakerjaan jangan menggunakan subsidi upah untuk Judi Online atau Judol saat meninjau penyaluran BSU di Jawa Tengah, Jumat 18 Juli 2025. [ANTARA/Mentari Dwi Gayati]
Wapres Gibran Rakabuming Raka peringatkan penerima BSU BPJS Ketenagakerjaan jangan menggunakan subsidi upah untuk Judi Online atau Judol saat meninjau penyaluran BSU di Jawa Tengah, Jumat 18 Juli 2025. [ANTARA/Mentari Dwi Gayati]

Menurut analisis dan suara yang berkembang, ada dua alasan mendasar yang mendorong para purnawirawan ini mengambil sikap.

Alasan pertama dan yang paling fundamental adalah proses naiknya Gibran ke panggung Pilpres 2024.

Baca Juga: Pengamat: Jokowi dan Keluarga Panik Ditinggalkan Kawan dan Kena Kasus Bertubi-tubi

Bagi mereka, jalan yang ditempuh Gibran adalah buah dari "pelecehan lembaga hukum yang bernama Mahkamah Konstitusi."

Putusan kontroversial MK yang mengubah syarat usia cawapres dianggap sebagai pengkhianatan terhadap rasa keadilan dan tatanan hukum.

Sebagai prajurit yang disumpah untuk setia pada konstitusi, mereka melihat proses ini sebagai cacat bawaan yang mendelegitimasi posisi Gibran sejak awal.

Motif kedua bersumber dari keraguan mendalam terhadap kapabilitas Gibran sebagai pemimpin.

Para jenderal ini, yang telah mengabdi puluhan tahun dan menghadapi berbagai krisis negara, khawatir akan nasib bangsa jika terjadi sesuatu yang membuat Presiden Prabowo Subianto berhalangan tetap.

Secara konstitusional, Gibran otomatis akan naik menjadi presiden.

Di sinilah letak kegelisahan terbesar mereka. Dalam pandangan para sesepuh ini, Gibran dinilai "defisit dalam hal keterampilan managerial.

Namun, amat surplus dalam hal pencitraan diri.

Gaya kepemimpinan yang dianggap populis, dadakan, dan lebih fokus pada citra di media ketimbang solusi substantif untuk masalah pelik seperti ekonomi dan stabilitas Papua, dianggap tidak cukup untuk menahkodai kapal besar bernama Indonesia.

Bukan soal Usia, tapi soal Kemampuan

Menanggapi tudingan bahwa gerakan ini didasari kecemburuan, para pendukung gerakan pemakzulan menolaknya dengan tegas.

Isu utamanya bukanlah soal usia Gibran yang masih muda.

Sejarah telah mencatat banyak pemimpin muda yang dikagumi dunia.

Sebagaimana ditulis oleh Hamid Awaludin, mantan Menteri Hukum dan HAM, kekaguman publik tidak pernah didasari oleh tanggal lahir.

"Kekaguman pada pemimpin, bukan semata karena usia, tetapi kemampuan yang di dalamnya tersampir adanya unsur kecerdasan, wibawa, visi dan dan determinasi kepemimpinan."

Bagi para purnawirawan ini, suara keras mereka adalah wujud pengabdian yang tak pernah padam, sejalan dengan adagium "The old soldier never die."

Ini bukanlah tentang merebut kekuasaan, melainkan sebuah panggilan moral untuk menyuarakan keprihatinan atas masa depan bangsa yang mereka perjuangkan dengan darah dan air mata.

Realitas Politik: Jalan Terjal di Senayan

Meski tuntutan telah dilayangkan secara resmi, realitas politik di parlemen menjadi tembok penghalang yang amat tinggi.

Hingga kini, baik MPR maupun DPR RI belum menunjukkan respon signifikan terhadap surat tersebut.

Proses pemakzulan sendiri diatur secara ketat dalam konstitusi dan bukanlah perkara mudah.

Dibutuhkan persetujuan 2/3 anggota DPR hanya untuk mengusulkan, lalu harus melewati penilaian Mahkamah Konstitusi, dan puncaknya memerlukan persetujuan 3/4 anggota MPR dalam sidang paripurna.

Dengan koalisi pemerintah yang gemuk dan solid mendukung Prabowo-Gibran, menggalang angka sebesar itu di Senayan nyaris menjadi sebuah kemustahilan.

Publik pun kini menanti, apakah suara para jenderal ini akan menguap ditelan keheningan politik, atau justru menjadi bola salju yang membesar di kemudian hari.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI