Tanah Adat Jadi Bom Waktu di Maluku Utara, Sherly Tjoanda Tandai Masalahnya

Minggu, 20 Juli 2025 | 07:31 WIB
Tanah Adat  Jadi Bom Waktu di Maluku Utara, Sherly Tjoanda Tandai Masalahnya
Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda [Instagram]

Suara.com - Gubernur Maluku Utara Sherly Laos atau Sherly Tjoanda membahas soal konflik agraria yang kini masih menghantui Maluku Utara.

Hal ini dibahas dalam rapat Koordinasi awal Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi Maluku Utara 2025.

Sherly mengungkapkan bahwa belakangan ini pihaknya kerap menghadapi konflik agraria di Maluku Utara.

Konflik yang terjadi yaitu konflik Masyarakat Adat, masyarakat di pemukiman soal izin tambang.

“Penyelesaian Konflik Agraria, terutama karena Maluku Utara adalah daerah tambang, belakangan ini yang sangat sering terjadi adalah konflik antara Masyarakat adat, Masyarakat di pemukiman, dengan mereka yang mendapatkan izin tambang,” ujar Sherly.

Menurut Sherly, masalah tersebut akan terus terjadi ke depannya jika tidak dibarengi dengan solusi.

“Ini permasalahan yang sedang terjadi dan akan terus terjadi. Oleh karena itu, dibutuhkan satu solusi yang konkrit, yang komprehensif, sehingga kitab isa meminimaliskan konflik yang ada, tapi juga memberikan solusi win win kepada kedua belah pihak,” ungkapnya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan evaluasi Sherly selama 4 bulan ini, pihaknya melihat bahwa masalah tersebut dilatarbelakangi oleh masyarakat adat yang tidak memiliki sertifikat atas tanah adat mereka.

“Semuanya bermula permasalahannya jika di mapping, pada dasarnya pertama di Maluku Utara hasil evaluasi saya 4 bulan ini, Masyarakat adat tidak memiliki sertifikat atas tanah adat yang mereka merasa bahwa itu adalah tanah milik mereka,” urainya.

Baca Juga: Viral Dugaan Nepotisme Sherly Tjoanda: Proyek Keluarga Mulus, Janji untuk Korban Bencana Kandas?

“Karena mungkin juga tidak diatur di RT RW Provinsi dan tidak ada datanya di Kementerian, sehingga izin pertambangan diberikan kepada pihak swasta,” tambahnya.

Sherly menyebut masyarakat adat yang merasa tanahnya digunakan untuk kegiatan pertambangan itu tidak bisa mendapatkan ganti rugi, pasalnya tanah tersebut tidak memiliki sertifikat.

“Ketika pihak swasta mau melakukan kegiatan pertambangan, kemudian masyarakat adat merasa bahwa itu tanah mereka harus ada ganti ruginya. Tetapi kemudian ganti ruginya tidak bisa diberikan karena tanah adat itu tidak memiliki sertifikat, sehingga tidak ada legal standing-nya,” urainya.

Sementara itu, Sherly mengungkapkan jika solusi darurat yang diberikan yaitu ruang mediasi antara masyarakat adat dengan swasta.

“Berjalan 4 bulan ini, yang Pemprov bisa lakukan adalah memberikan ruang mediasi antara masyarakat adat dengan swasta, memberikan Ganti rugi,” ungkapnya.

Reforma Agraria

Reforma Agraria merupakan pembagian dan penataan ulang kepemilikan tanah, supaya tanah tidak dikuasai oleh segelintir orang saja, namun bisa dimiliki dan dimanfaatkan oleh Masyarakat kecil, khususnya petani, nelayan, dan masyarakat adat.

Dasar hukum dari Reforma Agraria ini adalah Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Presiden (Perpres) No. 62 Tahun 2024.

Manfaat dari adanya Reforma Agraria ini adalah memberi kepastian hak tanah ke rakyat, mengurangi adanya konflik dan membantu masyarakat agar bisa hidup dari tanahnya sendiri.

Reforma Agraria ini menurut Gubernur Sherly amat sangat penting di Maluku Utara, diantaranya yaitu:

1.     Banyak tanah adat yang belum diakui.

2.     Sering tumpang tindih antara izin pertambangan dengan lahan masyarakat.

3.     Tanah yang sudah dibagikan tidak produktif, karena tidak ada akses modal.

4.     Data antarinstansi masih beda-beda.

Terkait Reforma Agraria ini, Gubernur Sherly memberikan 4 solusi.

Sherly mencanangkan GTRA atau Gugus Tugas Reforma Agraria untuk menyelesaikan konflik pertanahan. Solusi yang harus didorong melalui GTRA:

1.     Tanah Adat Harus Diakui

Apabila memiliki legal standing yang jelas, bisa masuk ke dalam RT/RW provinsi/kabupaten, jadi terlindungi secara hukum dan cegah konflik di masa depan.

2.     Selesaikan Konflik Agraria secara Komprehensif

GTRA harus menjadi forum mediasi aktif, melibatkan Masyarakat, tokoh adat, pemerintah dan Perusahaan.

3.     Akses Setelah Tanah Diberikan

Masyarakat harus dapat modal, pelatiham, akses pasar, dan bantuan usaha. Jangan sampai tanahnya ada, namun usahanya terhenti.

4.     Satu Peta, Satu Data

Satukan data BPN, Pemda, Kehutanan dan OPD lainnya. Bangun dashboard digital Reforma Agraria yang bisa diakses publik & update real-time.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI