Suara.com - Purnawirawan TNI Laksamana Muda (Purn) Ir Leonardi, MSc, melalui tim kuasa hukumnya dari Lazzaro Law Firm, mengambil langkah hukum atas pemberitaan media Suara.com yang dianggap mencemarkan nama baiknya.
Artikel berjudul “Dijerat Kejagung, Terkuak Akal Bulus Purnawirawan TNI Leonardi dkk Tilap Duit Proyek Satelit Kemhan” yang tayang 8 Mei 2025 dinilai menyudutkan dan menyimpang dari prinsip jurnalisme yang adil.
Lewat pernyataan resmi, kuasa hukum Leonardi, Rinto Maha, SH, MH, menegaskan bahwa kliennya tidak terlibat dalam praktik penipuan sebagaimana digambarkan dalam pemberitaan.
Ia menilai narasi yang dibangun telah melanggar asas praduga tak bersalah dan menciptakan opini sesat di tengah masyarakat.
Hal itu ia sampaikan saat Sabtu, 19 Juli 2025.
"Kami menggunakan hak jawab yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk meluruskan beberapa narasi dalam pemberitaan yang berpotensi menyesatkan masyarakat," ujar Rinto Maha/
Klarifikasi Poin-Poin Hukum: Kontrak, Invoice, dan Kerugian Negara
Menurut Rinto, sejumlah informasi yang disajikan media tidak akurat dan perlu diluruskan:
Pertama, soal penandatanganan kontrak dengan pihak penyedia, Navayo. Leonardi disebut menandatangani kontrak pada 1 Juli 2016, sebelum anggaran tersedia. Namun, kuasa hukum membantah tegas.
Baca Juga: Dijerat Kejagung, Terkuak Akal Bulus Purnawirawan TNI Leonardi dkk Tilap Duit Proyek Satelit Kemhan
Penandatanganan kontrak, menurut mereka, baru dilakukan pada 12 Oktober 2016, setelah DIPA resmi keluar. Dengan begitu, tidak ada pelanggaran administratif dalam proses tersebut.
Kedua, terkait tuduhan keterlibatan dalam penerbitan invoice berdasarkan Certificate of Performance (CoP). Rinto menyebut invoice itu merupakan bagian dari klausul kontrak dan diajukan oleh penyedia secara sepihak.
"Tidak ada dasar hukum untuk menyatakan klien kami 'bersekongkol' dengan Navayo. Justru beliau tidak menyetujui penerbitan CoP tersebut," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa CoP itu ditandatangani bukan oleh Leonardi, melainkan oleh pihak yang tidak berwenang, yaitu Panitia Penerimaan Hasil Pekerjaan.
Ketiga, menyangkut tudingan kerugian negara sebesar 21,38 juta dolar AS.
Rinto menyatakan bahwa tidak ada dana yang dibayarkan oleh Kementerian Pertahanan kepada pihak Navayo, sehingga tidak bisa disebut sebagai kerugian negara yang nyata.
"Menyimpulkan adanya pengadaan palsu tanpa ada pembayaran adalah bentuk kriminalisasi berbasis asumsi," tambahnya.
Mengutip Laporan BPKP tertanggal 12 Agustus 2022, Rinto menyatakan bahwa potensi kerugian bersifat potential loss, bukan actual loss, sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 1 Tahun 2004 dan Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016.
Langkah Hukum Lanjutan: Praperadilan dan Klarifikasi Prosedural
Selain menggunakan hak jawab, pihak Leonardi juga mengajukan gugatan praperadilan terhadap penetapan status tersangka klien mereka oleh Kejaksaan Agung.
Gugatan tersebut telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 85/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL tertanggal 16 Juli 2025.
Tak hanya itu, tim kuasa hukum juga menegaskan bahwa Leonardi tidak terlibat dalam proses penunjukan pemenang proyek karena hal itu menjadi wewenang Pengguna Anggaran (PA) sesuai dengan Permenhan No. 17 Tahun 2014.
Klien mereka justru disebut telah mengambil langkah-langkah korektif, seperti menginisiasi adendum kontrak dan menghentikan pengiriman barang sejak awal 2017.
"Kami mendukung penegakan hukum yang transparan oleh Kejaksaan Agung, namun jangan sampai mengorbankan orang yang telah bekerja secara jujur dan sesuai prosedur," pungkas Rinto.