Suara.com - Pertemuan dua figur dari dunia yang berbeda, pentolan band rock legendaris Slank dengan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, membuka kembali kotak pandora tentang perlawanan di era paling represif dalam sejarah Indonesia.
Dalam obrolan mendalam di kanal YouTube Mahfud MD Official, terungkap strategi cerdik Slank dalam menyuarakan pemberontakan di tengah cengkeraman rezim Orde Baru.
Bimbim, drummer sekaligus pendiri Slank, secara terang-terangan mengakui bagaimana mereka harus memutar otak agar pesan perlawanan mereka sampai ke telinga publik tanpa terendus aparat sensor.
Lahir pada 1983, Slank sejak awal menahbiskan diri untuk "menyuarakan isi hati melalui lirik lagu yang bertema sosial, youth movement, politik, dan lingkungan hidup.".
Namun, menyuarakan kritik di era tersebut bukanlah perkara mudah. Bimbim pun membeberkan taktik 'kamuflase' lirik yang mereka gunakan.
Ia menjelaskan bahwa lirik-lirik Slank kerap dirancang dengan makna berlapis, sebuah siasat yang lahir dari kebutuhan.
"Terutama karena lahir di era Orde Baru yang mengharuskan berbicara secara tidak langsung," ungkap Bimbim dalam episode "Ruang Sahabat" tersebut.
![Mahfud MD saat podcast bersama Slank. [YouTube]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/22/56429-mahfud-md.jpg)
Taktik lirik dengan makna ganda, bahkan tiga makna (double meaning, triple meaning) ini menjadi senjata utama mereka untuk mengkritik kekuasaan secara terselubung.
Strategi ini terbukti ampuh. Sejak album pertama mereka meledak pada 1990, lagu-lagu Slank menjadi anthem tidak resmi bagi para aktivis dan tokoh pro-demokrasi.
Baca Juga: Ivanka Slank: Kisruh Hak Cipta Penyanyi vs Pencipta Lagu Itu Gegara Undang-Undang yang Gak Jelas!
Mahfud MD sendiri mengaku telah lama menjadi pengagum, terkesan dengan "semangat perjuangan, dakwah, dan pembangunan karakter yang disuarakan Slank melalui musiknya.".
Bagi Mahfud, Slank lebih dari sekadar grup musik. Ia melihatnya sebagai sebuah gerakan yang tak pernah lelah bersuara.
Mahfud MD melihat Slank bukan hanya sebagai band, tetapi juga sebagai gerakan perubahan yang konsisten menyuarakan isu-isu sosial dan politik.
Konsistensi inilah yang membuat Slank tetap relevan puluhan tahun setelah reformasi bergulir. Jika dulu musuh utamanya adalah rezim otoriter, kini fokus kritik mereka tak pernah bergeser dari isu yang dianggap sebagai penyakit kronis bangsa: korupsi.
Ivanka, sang pembetot bass, dengan tegas menyatakan bahwa perjuangan belum usai.
"Masalah korupsi hingga kini masih sama dan Slank tidak akan lelah menyuarakannya," ujarnya.
Komitmen ini menjadi penegas bahwa semangat perlawanan Slank tidak terikat pada rezim tertentu, melainkan pada ketidakadilan itu sendiri.
Mahfud MD pun mengamini keresahan tersebut. Ia menyoroti betapa sulitnya memberantas korupsi dari dalam, di mana banyak orang baik yang terjebak dalam sistem korup ketika masuk ke dalam pemerintahan.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu juga menekankan bahwa akar masalah yang lebih dalam, seperti ketimpangan penguasaan lahan dan kekayaan, harus segera diatasi.
Menurutnya, solusi fundamental untuk bangsa ini sudah jelas: prioritas untuk menyelamatkan bangsa adalah menegakkan hukum dan keadilan.
Pernyataan Mahfud seolah menjadi penegasan atas apa yang Slank suarakan selama lebih dari tiga dekade. Lagu-lagu mereka telah menjadi arsip hidup yang merekam denyut nadi sosial-politik negeri ini.
Seperti yang diungkapkan Bimbim, "lagu-lagu Slank mencatat sejarah Indonesia dan perkembangannya.".
Perjuangan Slank keluar dari jerat narkoba yang juga dibahas dalam perbincangan itu, disebut Mahfud sebagai bukti nyata dari prinsip yang mereka usung.
Mahfud MD menyebut perjuangan Slank keluar dari narkoba sebagai contoh nyata revolusi mental. Transformasi personal ini semakin mengukuhkan kredibilitas mereka sebagai musisi yang tak hanya pandai bicara, tetapi juga menjalani langsung proses 'reformasi' dari dalam diri.