Suara.com - Sebuah video di Instagram baru-baru ini viral dan memantik diskusi panas di kalangan anak muda Indonesia.
Video tersebut menampilkan perbincangan santai antara seorang konten kreator Indonesia dengan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai admin judi online (judol) di Thailand.
Pengakuan yang dilontarkan cukup mengejutkan dan, bagi sebagian orang, sangat menggiurkan.
Viral di Media Sosial: "Gaji di Sini Ngalahin Pegawai BUMN"
Dalam potongan video yang beredar luas, sang admin judol dengan santainya menceritakan kenyamanan hidup yang ia dapatkan.
Saat ditanya mengenai pendapatannya, ia melontarkan kalimat yang langsung menjadi sorotan.
"Wah, kalau gaji di sini jangan ditanya, bro. Cukuplah buat hidup enak, nabung, kirim ke orang tua. Kasarnya, ngalahin gaji pegawai BUMN di Indonesia lah," ujarnya dikutip Selasa (22/7/2025).
Ia pun menunjukkan pendapatannya dalam setahun bisa mencapai Rp1 miliar.
"Itu serius lo dapet Rp3 miliar?" tanya konten kreator.
Baca Juga: Terhubung Server di China, Bareskrim Ringkus 22 Tersangka Judi Online di 4 Kota
"Serius gue udah tiga tahun di sini," balas admin judol perempuan itu.
Percakapan ini, meski singkat, membuka kotak pandora tentang sisi lain dari masifnya industri judi online.
Di satu sisi, ada jutaan korban yang terjerat utang dan masalah sosial di Indonesia.
Di sisi lain, ada sekelompok orang, termasuk WNI, yang meraup keuntungan fantastis dengan bekerja sebagai operator atau admin dari luar negeri.
Iming-iming gaji puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulan menjadi daya tarik yang sulit ditolak, terutama bagi mereka yang terdesak kebutuhan ekonomi atau mendambakan kekayaan instan.
Tergiur Gaji Fantastis, Bisakah Admin Judol di Luar Negeri Dipidana?
Pertanyaan terbesar yang muncul adalah: apakah mereka yang bekerja sebagai admin judol di luar negeri seperti Thailand atau Kamboja bisa dijerat hukum Indonesia? Jawabannya adalah sangat bisa.
Hukum pidana Indonesia menganut beberapa asas yurisdiksi, salah satunya adalah Asas Personalitas Aktif (atau asas kebangsaan aktif).
Prinsip ini tercantum dalam Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang pada intinya menyatakan bahwa aturan pidana Indonesia tetap berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia.
Artinya, meskipun kejahatan judi online itu dioperasikan dari Thailand, Filipina, atau Kamboja, aparat penegak hukum Indonesia tetap memiliki wewenang untuk memproses hukum WNI yang terlibat saat ia kembali atau berhasil diekstradisi ke Indonesia.
Ancaman pidananya pun tidak main-main:
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE): Pasal 27 ayat (2) UU ITE secara spesifik melarang setiap orang untuk mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Ancamannya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Pasal 303 KUHP juga menjerat mereka yang "sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi" dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun.
Jadi, status sebagai 'admin' tidak membuat seseorang kebal hukum.
Justru, mereka adalah bagian dari mesin kejahatan yang memfasilitasi dan mempromosikan perjudian, yang jelas-jelas merupakan tindak pidana.
Ironisnya dalam percakapan di video tersebut, admin judol yang tidak bisa diketahui wajah dan namanya mengaku sangat aman ketika bepergian, bahkan saat pulang ke Indonesia.
"Gue udah cuti duluan di bulan ketiga," kata admin tersebut.
"Lah lu bisa ketangkep ga kalau begitu?" tanya si konten kreator.
"Enggak, kan gue bayar orang bandara," balas dia yang membuat konten kreater tercengang.
Keseriusan Pemerintah: Antara Klaim dan Fakta di Lapangan
Pemerintah Indonesia telah berulang kali menyatakan perang terhadap judi online.
Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online yang dipimpin oleh Menko Polhukam menjadi bukti klaim keseriusan ini.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan jutaan situs judol telah diblokir, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah membekukan ribuan rekening terkait aktivitas haram ini.
Mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, sempat menegaskan bahwa ia akan serius memberantas judol.
"Kami akan terus menyapu bersih ruang digital kita dari konten-konten judi online. Ini adalah kejahatan transnasional yang merusak bangsa," ujar dia.
Namun, faktanya di lapangan, judi online masih menjamur.
Para bandar sangat lihai, situs yang diblokir akan muncul kembali dengan link atau nama baru dalam hitungan jam.
Promosinya pun semakin masif, menyusup melalui media sosial, pesan singkat, bahkan menggaet influencer.
Fenomena viral admin judol di Thailand ini menjadi cerminan pahit bahwa selama permintaan masih tinggi dan ada WNI yang bersedia menjadi operator demi gaji fantastis, perang melawan judi online akan menjadi jalan yang sangat panjang dan terjal.
Jangan Gadaikan Masa Depan
Gaji miliaran yang dipamerkan dalam video viral itu mungkin tampak menggiurkan, tetapi itu adalah jebakan dengan risiko yang sangat besar.
Ancaman pidana, risiko menjadi korban perdagangan orang, hingga tekanan psikologis bekerja di industri ilegal adalah harga yang harus dibayar.
Cepat atau lambat, hukum akan menjangkau mereka.
Kisah ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua, terutama generasi muda, untuk tidak tergiur jalan pintas.
Membangun karir yang legal dan berkelanjutan jauh lebih berharga daripada kekayaan sesaat yang berujung di balik jeruji besi.