Ancaman Serius di Revisi KUHAP, Koruptor Dapat Celah Lenyapkan Bukti

Rabu, 23 Juli 2025 | 19:38 WIB
Ancaman Serius di Revisi KUHAP, Koruptor Dapat Celah Lenyapkan Bukti
Ilustrasi Revisi KUHAP. Pakar hukum mengungkap sejumlah pasal yang menjadi sorotan dalam revisi tersebut, salah satunya pasal 154 yang memberi celah bagi koruptor untuk menghilangkan barang bukti. [Ist]

Suara.com - Adanya 'pasal siluman' dalam draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memicu kegeraman di kalangan pegiat antikorupsi.

Sebab, aturan tersebut dikhawatirkan dapat menjadi senjata baru bagi para tersangka, terutama koruptor, untuk menunda jalannya sidang pengadilan.

Hingga akhirnya memberi para koruptor waktu berharga untuk menghilangkan barang bukti dan mempersulit penegakan hukum.

Sorotan tajam itu tertuju pada Pasal 154 huruf d dalam draf revisi KUHAP.

Dalam ketentuan pasal tersebut dinilai sangat bermasalah dan berpotensi menghambat proses peradilan, khususnya dalam penanganan kasus korupsi.

Kritik keras ini disampaikan oleh Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini.

Menurutnya, pasal tersebut akan mengubah secara fundamental mekanisme praperadilan yang berlaku saat ini.

Pasal 154 huruf d dalam draf revisi itu berbunyi: 'Selama pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c belum selesai maka pemeriksaan pokok perkara di pengadilan tidak dapat diselenggarakan.'

Artinya, sidang pembuktian di pengadilan harus berhenti total dan menunggu hingga sidang praperadilan yang diajukan tersangka selesai.

Baca Juga: RUU KUHAP Kontroversial: Penyadapan Dipersulit, KPK Terancam? Ini Kata Habiburokhman

"Berarti penundaan terhadap pemeriksaan pokok perkara (sidang di pengadilan). Karena nantinya akan menunggu hasil sidang praperadilan itu otomatis akan menunda adanya kebenaran materi yang harus ditemukan," kata Orin dalam diskusi yang digelar ICW di kantornya di Jakarta Selatan, Rabu (23/7/2025).

Aturan baru ini bertolak belakang dengan Pasal 82 Ayat 1 huruf d KUHAP yang berlaku sekarang.

Dalam hukum acara pidana saat ini, gugatan praperadilan seorang tersangka otomatis gugur jika sidang pokok perkaranya sudah mulai diperiksa oleh pengadilan.

"Nah, tentu saja ini kami pandang tidak sesuai dengan karakteristik penanganan tindak pidana korupsi. Kenapa? Karena kita tahu bersama-sama bahwa kalau penanganan tindak pidana korupsi itu, seharusnya cepat dan segera," jelas Orin.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan bahwa rapat panja Komisi III DPR-Pemerintah dalam pembahasan DIM Revisi KUHAP selesai, Kamis (10/7/2025). [Suara.com/Bagaskara]
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menyatakan bahwa rapat panja Komisi III DPR-Pemerintah dalam pembahasan DIM Revisi KUHAP selesai, Kamis (10/7/2025). [Suara.com/Bagaskara]

Ia memaparkan, penundaan sidang akibat menunggu putusan praperadilan membuka berbagai risiko strategis.

Di antaranya adalah memberi kesempatan bagi tersangka untuk menghilangkan alat bukti, menyembunyikan atau memindahkan aset hasil kejahatan, hingga menyebabkan penurunan nilai aset sitaan yang seharusnya dikembalikan kepada negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI