Geger Tambang Nikel di Jayapura, Bupati: Izin Belum Ada!

Muhammad Yunus Suara.Com
Selasa, 22 Juli 2025 | 16:38 WIB
Geger Tambang Nikel di Jayapura, Bupati: Izin Belum Ada!
Ilustrasi: Tambang nikel di Raja Ampat

Suara.com - Bupati Jayapura, Provinsi Papua Yunus Wonda menegaskan bahwa hingga saat ini Pemerintah Kabupaten Jayapura belum menerima informasi resmi maupun permohonan.

Dari pihak manapun terkait rencana pembukaan tambang nikel di wilayahnya.

Bupati Jayapura Yunus Wonda di Sentani, mengatakan isu mengenai keberadaan tambang nikel memang sempat mencuat di tengah masyarakat.

Tetapi pemerintah daerah tidak memiliki data atau keterangan pasti tentang lokasi maupun keabsahan aktivitas pertambangan tersebut.

"Saya sendiri tidak tahu tentang tambang nikel itu. Isu memang naik, tetapi yang pertama, barang ini kita tidak tahu ada di mana," katanya dikutip dari Antara, Selasa 22 Juli 2025.

Menurut Yunus, selama ini tidak ada komunikasi maupun pertemuan antara pemerintah daerah dengan pihak perusahaan tambang, baik dari dalam daerah maupun pemerintah pusat.

"Kami pemerintah, tidak pernah didatangi oleh perusahaan atau apapun yang akan membuka tambang di Kabupaten Jayapura," ujarnya.

Dia menjelaskan, setiap kebijakan yang menyangkut sumber daya alam di wilayah adat ini harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari masyarakat adat sebagai pemilik hal ulayat.

Ia menekankan bahwa pemerintah tidak akan mengambil langkah sepihak.

Baca Juga: Nikel Indonesia di Persimpangan Jalan: Keberlanjutan Jadi Kunci Masa Depan

"Saya dan Wakil Bupati Jayapura pada prinsipnya akan menolak jika masyarakat adat menolak jika, aspirasi rakyat tetap menjadi pegangan utama pemerintah dalam menentukan arah pembangunan di Kabupaten Jayapura," katanya.

Dia menambahkan, pemerintah kabupaten tidak akan memberikan persetujuan dalam bentuk apapun tanpa adanya proses dialog terbuka dengan rakyat.

"Kami tidak akan melakukan hal yang tidak diinginkan dan tidak dibutuhkan masyarakat, kami imbau masyarakat tetap tenang dan melaporkan setiap aktivitas yang mencurigakan terkait pertambangan ke pemerintah daerah," ujarnya.

Hilirisasi

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan urgensi pencapaian target swasembada energi dan hilirisasi dalam pembangunan nasional.

Menurut dia, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, pelaksanaan hilirisasi tidak hanya meningkatkan nilai tambah, tetapi juga memperkuat ketahanan energi Indonesia.

"Sebagai Menteri ESDM, saya ingin menekankan bahwa pembangunan energi nasional hari ini mengusung misi besar, yaitu swasembada energi dan hilirisasi. Untuk itu, pemerintah terus mendorong reaktivasi sumur migas idle, pembangunan infrastruktur gas, dan hilirisasi sektor minerba, serta melakukan percepatan transisi energi melalui pengembangan EBT dan inovasi teknologi," kata Bahlil dalam peresmian Migas Corner di Gedung Rektorat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Jatim, Kamis (17/7/2025).

Lebih lanjut, Menteri ESDM menyoroti peran penting kampus dan mahasiswa dalam mewujudkan program tersebut.

"Peran kampus dan mahasiswa sangat penting dalam proses ini, karena mahasiswa adalah bagian dari agen perubahan menuju kemandirian energi dan kedaulatan sumber daya alam," ujarnya.

Pada dasarnya, sambung Bahlil, hilirisasi berarti mengolah bahan mentah menjadi barang jadi, sehingga tidak ada lagi ekspor bahan mentah karena seluruh proses berada di dalam negeri.

"Jangan lagi mengirim bahan mentah, nilai tambahnya di luar (negeri), kita cuma main ekspor material bahan baku. Kalau seperti itu, apa bedanya kita dengan zaman VOC. VOC itu 390 tahun mengirim bahan baku yang membuat negara-negara lain candu terhadap sumber daya kita," tegas Bahlil.

Ia menambahkan selama ini negara-negara lain mendapatkan pasokan bahan baku dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pabrik mereka.

Karena itu, sudah saatnya Indonesia sepenuhnya menjalankan program hilirisasi, memproses komoditas hingga menjadi produk jadi di dalam negeri.

Sebagai contoh konkret, Bahlil menyebutkan ekosistem baterai untuk mobil listrik di Indonesia, dengan nilai investasi mencapai 20 miliar dolar AS, telah menempatkan negara RI sebagai produsen baterai terbesar kedua di dunia setelah China.

"Nanti, bulan November ada investasi 100 miliar dolar AS. Kita juga akan membangun lagi dari China dan Korea, itu sekitar 8 miliar dolar AS, yang juga menjadi salah satu terbesar dalam mengolah bahan baku nikel hingga menjadi cell battery. Bahkan, Presiden Prabowo meminta hingga menjadi mobil listrik," tambah Menteri Bahlil.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI