Gurita Korupsi Mafia Migas Terbongkar, Gara-gara Riza Chalid Negara Diduga Rugi Ratusan Triliun

Rabu, 23 Juli 2025 | 11:57 WIB
Gurita Korupsi Mafia Migas Terbongkar, Gara-gara Riza Chalid Negara Diduga Rugi Ratusan Triliun
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI, Abdul Qohar menyebut Riza Chalid, tersangka korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023, sudah kabur ke Singapura. [Suara.com/Muhamad Yasir]

Suara.com - Dugaan praktik korupsi sistematis yang menggurita di tubuh PT Pertamina (Persero) kembali menjadi sorotan publik. Apalagi usai penetapan tersangka Riza Chalid oleh Kejaksaan Agung. 

Bak membongkar kotak pandora, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, membeberkan serangkaian modus licik yang diduga menggerogoti keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah.

Dalam diskusi panas di Podcast Forum Keadilan TV, Yusri mengupas tuntas bagaimana uang rakyat diduga dijarah melalui berbagai celah bisnis raksasa energi tersebut, mulai dari skandal subsidi BBM, permainan impor, mark up sewa kapal, hingga perubahan kontrak terminal yang janggal.

Pengungkapan ini menjadi alarm keras bagi penegak hukum untuk segera bertindak.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman saat di podcast Forum Keadilan TV. [YouTube]
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman saat di podcast Forum Keadilan TV. [YouTube]

Angka Kerugian Fantastis, Diduga Mengalir ke Kantong Politik

Skala dugaan kerugian negara yang diungkapkan Yusri Usman bukan main-main dan terus membengkak seiring waktu. Angka ini menunjukkan betapa masifnya potensi kebocoran yang terjadi di BUMN tersebut.

"Ada dugaan kerugian negara yang awalnya disebut sekitar 193,7 triliun Rupiah (Februari), kemudian meningkat menjadi 285 triliun Rupiah (Juli)," papar Yusri dikutip dari YouTube.

Angka tersebut bahkan memiliki versi lain dari lembaga audit negara. "Versi BPK menyebutkan sekitar 2,7 miliar USD plus 25 triliun Rupiah (sekitar 69-70 triliun Rupiah)," tambahnya, merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lebih mengkhawatirkan lagi, Yusri menyinggung adanya dugaan kuat bahwa dana haram hasil korupsi ini tidak hanya memperkaya segelintir oknum, namun juga disebar untuk melanggengkan kekuasaan.

Baca Juga: Usut Korupsi Proyek Jalan Rp 231 Miliar: KPK Panggil Eks Pj Sekda Sumut

"Ada dugaan bahwa dana hasil korupsi sudah ditabur ke berbagai pihak, termasuk pejabat dan mungkin untuk kepentingan politik," ujarnya.

Modus Licik Terbongkar: Dari Hulu hingga Hilir

Di tengah upaya pemerintah memperkuat ketahanan energi nasional, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) diminta untuk terus memacu kinerjanya.
Ilustrasi Migas. Di tengah upaya pemerintah memperkuat ketahanan energi nasional, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) diminta untuk terus memacu kinerjanya.

Yusri Usman merinci beberapa modus operandi yang diduga menjadi biang keladi kerugian negara. Berikut adalah beberapa di antaranya yang paling menonjol:

1. Penyalahgunaan BBM Subsidi: Nama Adaro Terseret

Salah satu temuan paling mengejutkan dari BPK menyeret nama besar di industri pertambangan, Adaro. Perusahaan ini diduga membeli BBM industri dengan harga yang lebih murah dari harga BBM subsidi, sebuah praktik yang jelas merugikan negara.

"Ada temuan BPK mengenai pembelian BBM industri oleh Adaro dengan harga di bawah harga BBM subsidi, yang menyebabkan kerugian negara sekitar 9,3 triliun Rupiah hanya untuk tahun 2022," kata Yusri.

Kecurigaan semakin dalam karena BBM tersebut diduga tidak hanya untuk operasional internal. "Adaro diduga tidak hanya menggunakan BBM bersubsidi tersebut untuk tambangnya sendiri, tetapi juga menjualnya kembali untuk mendapatkan keuntungan," tegasnya.

2. Lima Dosa Besar Versi Kejaksaan Agung

Pihak Kejaksaan Agung juga telah mengidentifikasi lima titik rawan penyimpangan. Yusri menyebutkan beberapa di antaranya yang menjadi fokus utama.

"Penjualan minyak mentah bagian negara diekspor keluar,", "Impor minyak mentah,", "Impor BBM,", dan "Masalah subsidi terkait Pertalite (kerugian terbesar, sekitar 123 triliun Rupiah),".

3. Mark Up Sewa Kapal dan Kartel di PIS

Lini bisnis pelayaran Pertamina melalui anak usahanya, Pertamina International Shipping (PIS), tak luput dari sorotan. Terdapat dugaan penggelembungan harga sewa kapal yang signifikan.

"Ada dugaan markup dalam sewa kapal oleh Pertamina International Shipping (PIS) sekitar 5 juta USD per unit kapal," ungkap Yusri.

Bahkan, disinyalir telah terbentuk sebuah kartel yang menguasai bisnis ini.

"Terbentuk kartel lima perusahaan dalam penyewaan kapal tanker yang memungut sekitar 30% dari tarif time charter,". Perusahaan yang disebut terlibat adalah PT SIM S, GBL, WNS, CTP, dan Arkadia S PT.

4. Permainan Kontrak Terminal Hingga Blending Ilegal Pertalite

Modus lain yang diungkap adalah perubahan kontrak sewa terminal di Merak yang melibatkan nama Riza Chalid. Kontrak yang seharusnya menguntungkan negara diubah secara sepihak.

"Amandemen kontrak sewa terminal PT Orbit Terminal Merak (milik Riza Chalid) yang seharusnya menjadi milik Pertamina setelah 10 tahun (BOT), diubah menjadi BOO (Build, Own, Operate), sehingga berpotensi merugikan negara," jelas Yusri.

Kerugian juga timbul dari pembayaran kompensasi Pertalite yang tidak sesuai.

"Kerugian negara akibat pembayaran dana kompensasi BBM jenis Pertalite yang tidak sesuai, di mana Pertamina dan PTPPN memberikan harga jual di bawah harga jual terendah," kata Yusri.

Praktik culas ini ditutup dengan dugaan proses blending atau pencampuran Pertalite yang tidak sesuai standar, yang berisiko menurunkan kualitas BBM yang sampai ke masyarakat.

"Proses blending Pertalite yang seharusnya dilakukan di kilang, diduga dilakukan di terminal PPN Patra Niaga, yang berpotensi mengurangi kualitas dan merugikan masyarakat," imbuhnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI