Kasus-kasus ini memiliki benang merah yang sama: penyebaran konten pribadi tanpa persetujuan (non-consensual).
Dalam kasus-kasus tersebut, figur publik yang bersangkutan seringkali berada dalam posisi dilematis. Di satu sisi, mereka adalah korban karena privasinya dilanggar dan disebarluaskan secara ilegal.
Di sisi lain, tak jarang mereka juga harus berhadapan dengan hukum atas Undang-Undang Pornografi dan UU ITE.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) bahkan menegaskan bahwa siapa pun yang tidak menghendaki penyebaran video pribadinya adalah korban, bukan pelaku, sebab konten itu dibuat untuk kepentingan pribadi.
Motif penyebarannya pun beragam, mulai dari sakit hati seperti yang terjadi pada kasus Audrey Davis dimana sang mantan kekasih menjadi tersangka, hingga sekadar mencari keuntungan dari iklan atau trafik.
Pelajaran penting untuk generasi digital
Baik kasus fiktif seperti "Andini Permata" maupun kasus nyata yang menimpa para artis, keduanya memberikan pelajaran berharga bagi para pengguna internet.
Berpikir kritis, jangan asal klik
Rasa penasaran adalah manusiawi, tetapi jangan sampai mengalahkan akal sehat. Tautan misterius yang menjanjikan konten sensasional adalah 99% jebakan.
Baca Juga: 8 Fakta Viral Link Video Nisa Mama Muda vs Andini Permata, Jangan Salah Paham!
Privasi bukan komoditas
Kasus-kasus ini adalah pengingat betapa rentannya privasi di era digital. Konten yang dibuat untuk konsumsi pribadi bisa dengan mudah menjadi konsumsi publik dan disalahgunakan.
Jangan ikut menyebar
Menyimpan apalagi menyebarkan konten asusila adalah perbuatan melanggar hukum.
Selain itu, dengan tidak ikut menyebar, kita turut memutus rantai penderitaan korban dan tidak memberi panggung bagi pelaku kejahatan siber.
Kasus Andini Permata adalah evolusi dari skandal video viral.