Isu Amplop Kondangan Kena Pajak, Rakyat Makin Diperas Demi Tambal Defisit Anggaran?

M Nurhadi Suara.Com
Kamis, 24 Juli 2025 | 16:49 WIB
Isu Amplop Kondangan Kena Pajak, Rakyat Makin Diperas Demi Tambal Defisit Anggaran?
Ilustrasi - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Mufti Aimah Nurul Anam, mempertanyakan isu pemerintah akan memungut pajak dari amplop sumbangan hingga amplop kondangan. [Suara.com]

Suara.com - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Mufti Aimah Nurul Anam, menyoroti banyaknya jenis pajak yang berpotensi membebani rakyat.

Bahkan, ia mengaku telah mendengar isu mengenai rencana pengenaan pajak atas amplop sumbangan di acara pernikahan atau hajatan.

"Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang mendapat amplop di kondangan dan di hajatan akan dimintai pajak oleh pemerintah. Nah ini kan tragis, sehingga ini membuat rakyat kami hari ini cukup menjerit," kata Mufti dalam rapat kerja (raker) Komisi VI DPR bersama Menteri BUMN dan Kepala Badan Pelaksana Pengelola Danantara pada Rabu, 23 Juli 2025 kemarin.

Selain isu pajak amplop nikah, Mufti juga menyinggung regulasi yang menunjuk e-commerce atau lokapasar sebagai pemungut pajak bagi pedagang online.

Hal ini disampaikannya di hadapan Chief Executive Officer Danantara, Rosan Roeslani, yang turut hadir dalam rapat tersebut.

Mufti menyoroti bahwa para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah juga merasakan dampak dari kebijakan ini.

Mereka harus menghitung ulang strategi bisnis ketika berjualan melalui platform e-commerce.

"Bagaimana Pak Rosan lihat bahwa rakyat kita hari ini mereka jualan online di Shopee, di TikTok, di Tokopedia dipajaki Pak. Bagaimana mereka para influencer kita, para pekerja digital kita semua sekarang dipajaki," ujarnya.

Menurut Mufti, kondisi ini merupakan dampak dari pengalihan dividen BUMN ke Danantara, yang mengakibatkan negara kehilangan potensi pemasukan.

Baca Juga: Baru Perdana Rapat dengan Komisi VI DPR, CEO Danantara Langsung Pamit

Akibatnya, Kementerian Keuangan harus mencari cara untuk menambal defisit, dan beban pajak akhirnya dialihkan kepada rakyat.

"Negara hari ini kehilangan pemasukannya, nah kementerian keuangan hari ini harus memutar otak, bagaimana harus menambal defisit yang kemudian maka lahirnya kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita keringat dingin," ucap Mufti.

Ia juga mempertanyakan jaminan terkait penyerahan dividen BUMN kepada Danantara, termasuk bagaimana pengelolaan keuangannya akan dilakukan.

"Pertanyaannya, kalau memang dividen BUMN diserahkan ke Danantara, maka pertanyaan saya adalah apa jaminan bahwa Danantara bisa mengelola uang lebih baik dibanding dikelola Kementerian Keuangan, daripada dikelola negara gitu," pungkas Mufti.

Namun demikian, belakangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah adanya usulan pemungutan pajak dari amplop kondangan. Meski tidak menutup kemungkinan kemampuan ekonomis bisa menjadi objek pajak.

Selama ini, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self-assessment di mana wajib pajak harus melaporkan sendiri penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI