Hak ini diperkuat oleh UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Kebisingan ekstrem yang membahayakan kesehatan dan merusak properti dapat dikategorikan sebagai bentuk pencemaran lingkungan (pencemaran suara).
Dalam konteks ini, negara (termasuk pemerintah desa) berkewajiban menjamin terpenuhinya hak tersebut, bukan malah memfasilitasi pelanggarannya.
Potensi Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Penguasa: Kebijakan atau tindakan pejabat publik yang merugikan warga dapat digugat sebagai Perbuatan Melawan Hukum.
Dengan mengeluarkan edaran yang secara tidak langsung memaksa warga rentan keluar dari zona nyaman mereka, pemerintah desa bisa dianggap lalai dalam memberikan perlindungan.
Seharusnya, yang diatur adalah batas kekuatan suara sound horeg agar tidak membahayakan, bukan 'memindahkan' warganya.
Pelanggaran Ketertiban Umum: Kebisingan yang mengganggu ketenteraman telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
503 KUHP lama mengatur sanksi bagi siapa saja yang membuat keramaian yang mengganggu ketentraman malam hari.
Lebih relevan lagi, dalam KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan berlaku penuh pada 2026, Pasal 265 secara spesifik mengancam pidana denda hingga Rp10 juta bagi "Setiap Orang yang mengganggu ketentraman lingkungan dengan membuat ingar-bingar atau berisik tetangga pada Malam".
Baca Juga: Apa Itu Sound Horeg: Fenomena Audio 'Mengguncang' yang Viral dan Penuh Kontroversi
Meskipun acara ini berlangsung siang hari dan sebelum KUHP baru efektif, pasal ini menunjukkan bahwa hukum di Indonesia semakin serius memandang gangguan kebisingan.
Bukan Sekadar Bising, Ini Soal Kemanusiaan
Di luar perdebatan hukum, ada pertanyaan mendasar tentang nilai kemanusiaan.
Bayangkan seorang lansia yang sedang sakit keras atau keluarga dengan bayi yang baru lahir harus mencari tempat mengungsi hanya karena di depan rumahnya akan lewat karnaval dengan suara memekakkan telinga.
Pesta rakyat sejatinya adalah perayaan inklusif yang mempersatukan seluruh warga, bukan ajang yang justru menyingkirkan kelompok paling rentan.
Keputusan Desa Donowarih, meski mungkin niatnya baik, menjadi preseden yang problematis.