Suara.com - Perayaan Hari Kemerdekaan RI pada bulan Agustus di Jawa Timur tahun ini terancam berbeda. Kemeriahan karnaval dan pawai yang biasanya diwarnai dentuman bass menggelegar dari 'sound horeg' kini berada di ujung tanduk. Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah mengebut penyusunan regulasi baru yang akan mengatur ketat fenomena ini.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, menegaskan bahwa aturan ini bersifat mendesak dan harus final sebelum 1 Agustus 2025.
“Kita butuh payung regulasi nanti silakan diidentifikasi bentuknya apa tapi harus segera kita putuskan payung regulasinya,” katanya di Surabaya, dilansir Antara, Jumat (25/7/2025).
"Ini mendesak karena bertepatan dengan bulan Agustus adalah bulan HUT Kemerdekaan, maka diharapkan 1 Agustus ini sudah harus final," sambungnya.
Langkah ini diambil setelah fenomena sound horeg menuai pro dan kontra yang tajam di masyarakat. Di satu sisi, ia menjadi hiburan rakyat yang masif. Di sisi lain, suaranya yang memekakkan telinga dinilai mengganggu ketertiban, bahkan telah difatwa haram oleh MUI Jatim.
"Jadi kalau komplit, kita tidak sebut horeg kalau tidak tinggi skala desibelnya,” tambah Khofifah, mengindikasikan bahwa aturan akan fokus pada batasan volume suara.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Dardak, menambahkan bahwa sebuah tim khusus yang melibatkan Polda Jatim, MUI, hingga tenaga medis telah dibentuk untuk merumuskan aturan ini.
Intinya, kata Emil, masyarakat butuh kepastian, jadi sound horeg perlu diatur sedemikian rupa.
Bahaya di Balik Dentuman Bass
Baca Juga: Siapa Memed Potensio alias Thomas Alva EdiSound Horeg? Sosok yang Lagi Viral di Skena Sound Horeg
Di balik kemeriahannya, sound horeg ternyata menyimpan bahaya serius bagi kesehatan. Dokter Spesialis THT dari Universitas Indonesia, dr. Luthfi Ari Wibowo, Sp.THT-KL, menjelaskan bahwa paparan suara ekstrem dari sound horeg bisa langsung merusak sel-sel rambut halus di dalam telinga.
Dampaknya bisa berupa trauma akustik akut, telinga berdenging (tinnitus), hingga kehilangan pendengaran mendadak yang bersifat permanen.
"Ini biasanya irreversible (tidak bisa dikembalikan) fungsinya terutama bila intensitasnya sangat tinggi dan tanpa pelindung telinga," kata Luthfi, dilansir Antara, Jumat.
Ia menyarankan, jika terlanjur terpapar, langkah pertama adalah segera menutup telinga dan menjauh dari sumber suara. Jika gejala seperti telinga berdenging atau rasa penuh muncul, ia menyarankan untuk segera berkonsultasi dengan dokter THT.