Suara.com - Kepala Desa Balai Kembang, Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur, inisial MAM, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur.
Penetapan ini dilakukan setelah Tim Penyidik dari Bidang Pidana Khusus menemukan berbagai pelanggaran dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022 dan 2023.
Kepala Kejari Luwu Timur, Budi Nugraha mengungkapkan, nilai kerugian negara akibat perbuatan tersangka ditaksir mencapai Rp2,6 miliar.
Dugaan korupsi dilakukan melalui modus yang terstruktur dan terencana, mulai dari penyalahgunaan kewenangan hingga penggelapan dana desa untuk kepentingan pribadi.
"Tersangka mengambil alih pengelolaan dana desa yang seharusnya dijalankan oleh Tim Pelaksana Keuangan Desa (PKD). Bahkan, dana penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) justru dipakai untuk kepentingan pribadi, yaitu pembangunan kafe dan resto di atas tanah milik keluarganya," ujar Budi dalam keterangan tertulisnya.
Modus yang digunakan cukup rapi. Dana penyertaan modal BUMDes tahun 2022, yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, diduga dipinjamkan kepada pihak lain.
Namun, uang tersebut kemudian dikembalikan bukan dalam bentuk tunai, melainkan berupa bahan bangunan untuk mendirikan sebuah Cafe & Resto di atas lahan pribadi tersangka.
Bangunan tersebut bukanlah aset desa, melainkan milik pribadi MAM dan keluarganya.
Tak hanya itu, pengadaan dua unit mini hand tractor tahun 2023 senilai Rp39,45 juta juga diduga tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Baca Juga: Mengupas Tuntas Koperasi Desa Merah Putih, Apa Tugas Utama dan Dananya dari Mana?
Selain itu, SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) tahun anggaran 2023 dan 2024 tidak disetor ke rekening desa, melainkan digunakan untuk kebutuhan pribadi tersangka.
MAM dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 KUHP.
Ia juga disangkakan Pasal 3 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
"Kami akan mendalami lebih lanjut aliran dana serta kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam kasus ini," kata Budi Nugraha.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Sulawesi Selatan, Sri Rahayu Usmi, memberikan pernyataan berbeda.
Menurutnya, sejumlah temuan dalam audit Inspektorat sebenarnya telah ditindaklanjuti oleh pihak desa.
Dana yang sebelumnya dianggap sebagai pemborosan atau kelebihan bayar telah diarahkan untuk dikembalikan.
"Dana BUMDes yang disebut-sebut juga sudah dikembalikan ke kas BUMDes. Begitu pula dengan temuan pada pekerjaan fisik, itu juga sudah dikembalikan ke kas desa," kata Sri Rahayu.
Ia juga menyayangkan munculnya angka kerugian sebesar Rp2,6 miliar. Berdasarkan surat dari Inspektorat, kata Sri, jumlah temuan hanya sekitar Rp470 juta, dan sebagian besar sudah dikembalikan oleh Kepala Desa secara bertahap.
"Inspektorat tidak memberi batas waktu pasti untuk pengembalian, sehingga prosesnya dilakukan secara berkala. Kepala Desa juga sudah menunjukkan itikad baik dengan bersikap kooperatif selama proses audit dan pemeriksaan," tambahnya.
Sri Rahayu menekankan pentingnya pemberitaan yang berimbang. Ia mengingatkan bahwa penegakan hukum memang penting untuk mendisiplinkan perangkat desa, namun proses pengembalian dana juga sepatutnya mendapat porsi pemberitaan yang setara.
"Jika sudah ada pengembalian dana dan perbaikan administrasi, publik juga perlu tahu. Jangan sampai publik menilai kasus ini sepihak, tanpa memahami konteks penyelesaian yang sudah dilakukan," ujarnya.
Sri berharap agar kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua kepala desa dalam mengelola keuangan desa secara transparan dan akuntabel.
"Kita hormati proses hukum, tapi kita juga harus melihat fakta-fakta yang ada secara utuh. Jangan sampai niat memperbaiki malah dipersepsikan sebagai pelanggaran berat," tuturnya.
Kasus ini juga memasuki tahap pendalaman oleh penyidik Kejari Luwu Timur, termasuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain yang turut menikmati dana hasil dugaan korupsi tersebut.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing