Suara.com - Wacana merevisi sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung dengan dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diam-diam mulai mendapat dukungan dari kalangan legislator.
Anggota DPR RI dari fraksi Golkar, Melchias Marcus Mekeng bahkan secara terbuka menyatakan persetujuannya pada usulan Pilkada dipilih oleh DPRD. Ia bahkan membandingkannya secara positif dengan mekanisme yang berlaku di era Presiden Soeharto.
"Jadi menurut saya lebih bagus dari zaman dulu, zaman Pak Harto. Kalau DPRD pilih," kata Mekeng di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Menurutnya, pemilihan melalui DPRD berpotensi menyaring kandidat berdasarkan kualitas dan kapabilitas, bukan sekadar popularitas atau kekuatan finansial.
"Dipilih orang yang udah bener bener. Nggak asal orang yang punya duit, terus bisa jadi bupati, jadi gubernur. Tapi orang-orang yang punya kualitas, kemampuan pemimpinnya, integritasnya segala macam," tegasnya.
Mekeng berpendapat, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Pilkada langsung tidak serta-merta menjamin kemajuan suatu daerah.
Ia mengkritik banyak daerah yang masih sangat bergantung pada anggaran dari pemerintah pusat.
"Ini bukan keputusan Golkar ya, ini pendapat pribadi saya. Saya lebih suka dipilih oleh DPRD. Karena terus terang dengan dipilih langsung oleh rakyat juga tidak membuat daerah-daerah tambah maju," katanya.
"Faktanya banyak daerah yang mengandalkan hidupnya dari pusat. Kreativitas dari pimpinan yang dipilih oleh rakyat nggak ada. Setelah dia duduk malah pusing mikir gimana cari uang."
Baca Juga: Era Pilkada Langsung di Ujung Tanduk? Mendagri Tito Beberkan Kajian Internal Pemerintah
Aspek biaya menjadi sorotan utamanya. Mekeng menilai ongkos politik dalam Pilkada langsung terlampau mahal dan tidak rasional jika dibandingkan dengan pendapatan resmi seorang kepala daerah.
"Kalau pilih rakyat itu ongkosnya kemahalan. Bukan kita bayar rakyat, tapi ngumpulin masyarakat itu kan juga ongkosnya besar. Sementara gaji mereka kecil. Nah itu peluang orang untuk mikirin ini gimana balikin uang gua," katanya.
Senada dengan Mekeng, wacana ini juga disuarakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang mengungkapkan bahwa usulan evaluasi Pilkada langsung merupakan salah satu hasil diskusi dengan kalangan Nahdlatul Ulama (NU).
“Kesimpulannya seluruh kepala daerah habis biaya, mahal untuk menjadi kepala daerah, yang kadang-kadang tidak rasional,” kata Cak Imin, saat Harlah PKB ke-27, di Senayan, Jakarta, Rabu (23/7/2025) malam.
Faktor lain yang menjadi dasar pertimbangan PKB adalah ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, yang dinilai sebagai tanda kegagalan otonomi daerah untuk mandiri sepenuhnya.
“Ujung-ujungnya pemerintah daerah juga bergantung kepada pemerintah pusat dalam seluruh aspek, belum bisa mandiri atau apalagi otonom,” ucapnya.
Atas dasar itu, PKB tengah mengkaji formula baru yang lebih efektif. Salah satu skema yang diusulkan adalah membedakan mekanisme pemilihan gubernur dan bupati/wali kota.