Rahayu Ingatkan Brutalnya Mafia Perdagangan Manusia: Mereka Bisa Hilangkan Orang

Kamis, 31 Juli 2025 | 19:22 WIB
Rahayu Ingatkan Brutalnya Mafia Perdagangan Manusia: Mereka Bisa Hilangkan Orang
Ilustrasi perdagangan orang. [Ist]

Suara.com - Ketua Umum Jaringan Nasional Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, secara terbuka mengakui bahwa keberaniannya bersuara lantang melawan mafia perdagangan manusia tak lepas dari latar belakang keluarganya yang berada di lingkar elite kekuasaan.

Dalam sebuah diskusi di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025, Rahayu mengungkap bahwa statusnya sebagai keponakan Presiden Prabowo Subianto adalah “privilege” yang tak dimiliki banyak pejuang isu TPPO lainnya.

"Kemarin saya sempat di-interview, saya ditanyakan, 'kok Mbak Saras berani?' Saya bilang, ya saya punya privilege yang orang lain nggak punya. Orang mikir berapa kali kalau melihat belakang saya siapa," ungkapnya blak-blakan.

Rahayu tak menampik bahwa privilese tersebut menjadi semacam perisai sosial dan politik yang memberi ruang aman dalam menyuarakan isu-isu berisiko tinggi.

Ia pun membandingkan posisinya dengan para aktivis akar rumput yang tanpa perlindungan serupa, harus menghadapi risiko yang jauh lebih nyata—bahkan mengancam jiwa.

"Gimana dengan orang-orang lain yang mau untuk mengungkapkan, apalagi kalau mereka punya keluarga," ujarnya.

Bagi Rahayu, jaringan perdagangan manusia bukanlah lawan biasa.

Mereka adalah sindikat kuat, brutal, dan tak segan untuk menghilangkan nyawa demi melindungi bisnis gelapnya.

Ia bahkan menyebut para pelaku sebagai “iblis dalam bentuk manusia”.

Baca Juga: IKN Tercoreng! Rahayu Saraswati: Bordil Layani Tukang dan ASN yang Kesepian

“Ini kembali lagi kita bicara sindikasi, mafia yang mereka tidak ada masalah untuk menghilangkan orang. Jadi yang kita hadapi ini iblis dalam bentuk manusia,” tegasnya.

Kesadaran akan risiko itu mendorong Rahayu mendesak adanya perlindungan nyata—tidak hanya untuk korban dan aktivis, tetapi juga aparat penegak hukum yang terlibat dalam pengungkapan kasus TPPO.

Ia menilai para aparat pun rentan, dan bisa jadi mereka butuh perlindungan yang sama.

"Ini yang memang masih menjadi tantangan dan kita perlu keberpihakan dari aparat penegak hukum yang pasti, jujur saja, mungkin mereka pun juga butuh dilindungi," tambahnya.

Sebagai bagian dari keluarga besar Djojohadikusumo yang berakar kuat dalam sejarah politik dan ekonomi Indonesia—dari cicit pendiri BNI RM Margono Djojohadikoesoemo hingga cucu Begawan Ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo—Rahayu mengakui bahwa identitas tersebut membawa beban moral.

Alih-alih menyangkal atau menyembunyikan posisinya, Rahayu justru menggunakannya untuk menyoroti ketimpangan perlindungan dalam perjuangan melawan kejahatan lintas negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI