Suara.com - Panggung Kongres ke-6 PDI Perjuangan di Bali menjadi saksi bisu sebuah momen yang membuat ribuan kader menahan napas. Bukan karena euforia, tapi karena amukan verbal Ketua Umum Megawati Soekarnoputri yang ditujukan langsung ke jantung pertahanan partainya DPD Jawa Tengah.
Wilayah yang selama ini diagung-agungkan sebagai 'kandang banteng' itu seolah dipaksa berkaca di hadapan seluruh kader se-Indonesia.
Ini adalah 4 poin menohok dari Megawati yang menjadi sinyal peringatan darurat bagi para kader di Jateng.
1. Ultimatum Langsung 'Jangan Memalukan Saya Lagi'
Ini adalah puncak dari pidato Megawati. Setelah secara spesifik meminta seluruh kader dari Jawa Tengah untuk berdiri, Megawati tidak memberikan pujian. Ia melontarkan sebuah ultimatum singkat yang dampaknya lebih dahsyat dari pidato berlembar-lembar.
"Awas lho, jangan memalukan saya lagi lho. Ah, nggak usah teriak-teriak. Yang penting kerjaan. Itu adalah arahan saya," kata Megawati dengan nada yang tidak menyisakan ruang untuk interpretasi lain.
Ini bukan sekadar teguran, melainkan sebuah tamparan publik yang menunjukkan betapa kecewanya sang ketua umum terhadap kinerja di lumbung suara utamanya.
2. Sindiran Nostalgia 'Dulu, Kita Menang Terus'
Untuk menggarisbawahi kekecewaannya, Megawati mengajak para kader kembali ke masa lalu, saat ia memulai karier politiknya. Ia dengan sengaja mengingatkan mereka akan dominasi total PDIP (dulu PDI) di Jawa Tengah.
Baca Juga: Tamparan Keras untuk Kandang Banteng Jateng, Megawati: Jangan Memalukan Saya Lagi
"Tiga kali berturut, menang terus. Jawa Tengah," ujarnya, mengenang kemenangannya di masa lalu.
Kalimat ini lebih dari sekadar cerita kenangan. Ini adalah sebuah sindiran tajam yang membandingkan kejayaan masa lalu dengan kondisi saat ini. Sebuah cara klasik untuk mengatakan, 'Dulu saya bisa, kenapa kalian tidak?'

3. Definisi Kader Ideal, Tukang Kerja, Bukan Tukang Bicara
Megawati kemudian mendefinisikan ulang seperti apa kader yang ia inginkan. Di tengah era politik yang penuh dengan pencitraan dan retorika kosong, ia menegaskan bahwa PDIP butuh pejuang lapangan, bukan orator panggung.
“Saya tidak butuh kader yang hanya pandai beretorika. Saya butuh kader yang rela turun ke bawah, ke akar rumput,” tegas Presiden ke-5 RI tersebut.
4. Perintah Ideologis Kembali ke 'Garis Banteng'