Suara.com - Bangsa Indonesia kehilangan salah satu elang penjaga terbaiknya. Marsekal Pertama (Marsma) TNI Fajar Adriyanto, penerbang tempur legendaris dengan call sign "Red Wolf", telah terbang untuk selamanya.
Gugur dalam insiden pesawat latih di Ciampea, Bogor, pada Minggu (3/8/2025), kepergiannya meninggalkan jejak pengabdian cemerlang yang tak akan lekang oleh waktu.
Bagi generasi milenial dan anak muda yang terbiasa melihat aksi pilot jagoan di layar lebar, kisah Marsma Fajar adalah bukti nyata bahwa pahlawan udara Indonesia tak kalah hebat.
Perjalanan kariernya adalah sebuah narasi inspiratif tentang bagaimana seorang anak bangsa mengukir prestasi tertinggi di angkasa.
Momen Heroik di Langit Bawean yang Menggetarkan Dunia
Jauh sebelum pangkat bintang satu tersemat di pundaknya, nama "Red Wolf" sudah lebih dulu mengudara dan disegani.
Lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 1992 ini ditempa di Skadron Udara 3, Lanud Iswahjudi, Madiun yang merupakan kawah candradimuka para pilot jet tempur F-16 Fighting Falcon.
Ia bukan sekadar perwira, melainkan simbol keberanian, kecerdasan, dan dedikasi total pada Ibu Pertiwi.
Puncak keberaniannya yang paling dikenang terjadi pada 3 Juli 2003 dalam "Insiden Bawean".
Baca Juga: Kronologi Jatuhnya Pesawat Latih yang Merenggut Nyawa Marsma TNI Fajar Adriyanto
Kala itu, Kapten Fajar "Red Wolf" Adriyanto bersama rekannya, Kapten Ian, mendapat tugas mencegat lima jet tempur F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang melintas tanpa izin di atas Pulau Bawean.
Dalam situasi genting di udara, Fajar dan timnya tak gentar.
Mereka melakukan manuver dogfight (pertempuran udara jarak dekat) yang menegangkan, bahkan berhasil mengunci radar F-16 mereka ke pesawat tempur AS.
"Salah satu tokoh penting dalam sejarah TNI AU, termasuk keterlibatannya dalam peristiwa udara dengan pesawat F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat di langit Bawean tahun 2003," kata Kadispen AU, Marsma TNI I Nyoman Suadnyana, mengenang jasa almarhum.
Aksi heroik ini bukan sekadar unjuk gigi.
Peristiwa tersebut menjadi pesan tegas kepada dunia bahwa kedaulatan udara Indonesia adalah harga mati.
Insiden Bawean melambungkan nama Fajar Adriyanto sebagai penerbang yang tak hanya andal secara teknis, tetapi juga memiliki nyali baja.
Dari Kokpit ke Pucuk Pimpinan: Karier yang Terus Menanjak
Kecemerlangan Fajar "Red Wolf" tidak berhenti di kokpit.
Ia adalah perwira komplet yang juga unggul dalam kepemimpinan dan strategi.
Rekam jejaknya membuktikan hal tersebut, di mana ia dipercaya memegang berbagai jabatan krusial mulai dari Komandan Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi (2007-2010) sempat kembali ke 'kandangnya' sebagai pemimpin para elang muda.
Lalu Komandan Lanud Manuhua, Biak (2017-2019) yang memimpin pangkalan udara strategis di ujung timur Indonesia.
Pernah juga menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) (2019-2020): Menjadi 'wajah' dan juru bicara TNI AU, mendekatkan institusi dengan publik.[2]
Selain itu jabatan strategis lainnya yakni termasuk Kapuspotdirga, Aspotdirga Kaskoopsudnas, dan terakhir sebagai Kapoksahli Kodiklatau.
Tak hanya di medan laga, Fajar juga berprestasi di bidang akademis.
Ia berhasil meraih predikat tesis terbaik saat menempuh pendidikan di Universitas Pertahanan Indonesia pada 2012, sebuah bukti bahwa ketajamannya tak hanya di udara, tetapi juga dalam pemikiran.
Penerbangan Terakhir Sang Legenda
Kecintaannya pada dunia dirgantara tak pernah padam.
Di luar tugas militernya, Marsma Fajar aktif sebagai penerbang di Federasi Aero Sport Indonesia (FASI). Nahas, pada hari Minggu pagi itu, takdir berkata lain.
Pesawat latih Microlight Fixedwing Quicksilver GT500 dengan registrasi PK-S126 yang ia piloti jatuh saat menjalankan misi latihan.
Lepas landas dari Lanud Atang Sendjaja pukul 09.08 WIB, pesawat hilang kontak hanya 11 menit kemudian dan ditemukan jatuh di area pemakaman di Ciampea, Bogor.
Marsma Fajar gugur dalam insiden tersebut.
Kepergian Marsma Fajar Adriyanto adalah kehilangan besar bagi bangsa Indonesia.
Ia adalah perwira, pahlawan, sekaligus inspirasi bagi generasi muda untuk tidak pernah takut terbang tinggi demi menjaga kedaulatan negeri. Semangat "Red Wolf" akan terus mengudara, menjadi legenda abadi di langit pertiwi.
Selamat jalan, Elang Penjaga Langit.
Apa kenangan dan pelajaran yang bisa Anda petik dari kisah hidup Marsma Fajar Adriyanto?
Bagikan di kolom komentar.