Bikin Warganet Emosi, Benarkah Gaji Komisaris BUMN Tembus Ratusan Miliar?

Yohanes Endra Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 07:30 WIB
Bikin Warganet Emosi, Benarkah Gaji Komisaris BUMN Tembus Ratusan Miliar?
Benarkah Gaji Komisaris BUMN Tembus Ratusan Miliar? (X)

Di luar itu, masih ada THR, tunjangan transportasi, hingga fasilitas kesehatan yang mencakup keluarga inti.

Namun yang paling membuat angka melambung adalah tantiem, bonus tahunan yang diberikan berdasarkan kinerja perusahaan. Di sinilah letak potensi penghasilan hingga ratusan miliar itu.

Data Remunerasi Komisaris di BUMN Besar

Beberapa contoh konkret dari laporan keuangan resmi BUMN menunjukkan angka yang sangat besar:

  • PT Pertamina (Persero): Remunerasi komisaris disebut mencapai Rp106 miliar per tahun.
  • PT Bank Rakyat Indonesia (BRI): Komisaris bisa mengantongi hingga Rp22 miliar per tahun.
  • PT Bank Mandiri (Persero): Rata-rata remunerasi komisaris Rp2,5 miliar per tahun.
  • PT Telkom Indonesia (Persero): Rata-rata remunerasi mencapai Rp1,6 miliar per bulan.
  • PT Kereta Api Indonesia (KAI): Total honorarium pada 2022 mencapai Rp14,06 miliar, dengan tantiem Rp9,37 miliar dan THR Rp886 juta.

Sebagai pembanding, di sektor swasta, komisaris utama PT Bank Central Asia (BCA) mendapatkan sekitar Rp2,5 miliar per bulan, sedangkan di Astra International (ASII) sekitar Rp1,8 miliar per bulan.

Artinya, beberapa BUMN bahkan menawarkan paket lebih tinggi dari perusahaan swasta terbesar sekalipun.

Wajarkah Gaji Selangit Ini?

Menurut regulasi dan perspektif manajemen korporat, tingginya remunerasi disebut sebagai bentuk penghargaan atas tanggung jawab dan kinerja pengawasan terhadap perusahaan. Semakin tinggi keuntungan, semakin besar pula insentifnya.

Namun, kenyataan bahwa beberapa BUMN mencatat kerugian menimbulkan kritik tajam.

Baca Juga: Tantiem Komisaris Dihapus, Kompensasi Dirombak! Danantara Kangkangi Aturan Menteri BUMN

Publik menilai bahwa bonus tinggi tidak pantas diberikan bila kinerja tidak sebanding, apalagi jika menggunakan dana dari APBN secara langsung maupun tidak langsung.

Remunerasi para komisaris BUMN memang sah secara regulasi, tapi itu belum cukup menjawab keresahan masyarakat soal keadilan dan transparansi.

Jika kinerja BUMN stagnan atau justru merugi, publik berhak mempertanyakan logika pemberian bonus dan tunjangan yang begitu besar.

Ke depan, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem remunerasi pejabat BUMN agar sesuai prinsip akuntabilitas dan keadilan sosial.

Terlebih, BUMN seharusnya menjadi lokomotif kesejahteraan rakyat, bukan ladang kekayaan segelintir elite.

Kontributor : Chusnul Chotimah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI