Suara.com - Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, akhirnya harus berhadapan langsung dengan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini tiba di Gedung Merah Putih, Kamis (7/8/2025), untuk diperiksa terkait dugaan kasus korupsi terkait pembagian kuota haji saat ia masih menjabat.
Di tengah sorotan kamera, Gus Yaqut tampak irit bicara. Ia hanya mengaku siap memberikan klarifikasi dan hanya membawa satu senjata andalan; Surat Keputusan (SK) pengangkatannya sebagai menteri.
“Saya dimintai klarifikasi dan keterangan terkait dengan pembagian kuota haji. Nanti saya sampaikan keterangan di dalam. Saya hanya bawa SK sebagai menteri,” kata Yaqut sebelum masuk ke ruang pemeriksaan.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai inti persoalan, yakni pembagian kuota tambahan yang kontroversial, ia kembali mengelak.
“Nanti saya akan sampaikan keterangan di dalam karena itu materi, saya enggak bisa sampaikan ke teman-teman,” ujarnya.
Modus 'Perampokan' Kuota Haji
Di balik pemanggilan ini, KPK telah membeberkan modus dugaan korupsi yang menjadi pangkal persoalan. Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa semua ini berawal dari hadiah kuota haji tambahan sebanyak 20.000 jemaah dari Raja Arab Saudi untuk Indonesia pada tahun 2024.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, pembagian kuota haji seharusnya memiliki formula baku; 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
"Jadi kalau ada kuota haji, berapa pun itu, pembagiannya demikian," tegas Asep.
Baca Juga: 2 Eks Menteri Jokowi Diperiksa KPK: Gus Yaqut Datang Sendiri, Nadiem Makarim Dikawal Hotman Paris
Dengan aturan ini, kuota tambahan 20.000 itu seharusnya dibagi menjadi 18.400 untuk jemaah reguler dan 1.600 untuk jemaah haji khusus.
Namun, yang terjadi justru sebuah pelanggaran hukum yang terang-terangan.
"Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya. Itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ungkap Asep.
"Jadi kan berbeda dong, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Nah seperti itu, itu menyalahi aturan yang ada,” tambahnya.
Langkah ini secara efektif telah merampas jatah 8.400 jemaah haji reguler—yang notabene adalah masyarakat biasa dengan waktu tunggu puluhan tahun—dan memberikannya ke kuota haji khusus yang biayanya jauh lebih mahal dan dikelola oleh agen-agen travel.
Sinyal Korupsi Sudah Terendus di Era Yaqut