BNPB: Baru 68 Persen Daerah Punya Kajian Risiko Bencana

Iwan Supriyatna Suara.Com
Kamis, 07 Agustus 2025 | 11:40 WIB
BNPB: Baru 68 Persen Daerah Punya Kajian Risiko Bencana
BNPB mencatat dari 456 daerah di seluruh Indonesia baru 312 daerah atau sekitar 68 persen yang mempunyai Kajian Risiko Bencana (KRB).

Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dari 456 daerah di seluruh Indonesia baru 312 daerah atau sekitar 68 persen yang mempunyai Kajian Risiko Bencana (KRB).

Kajian Risiko Bencana adalah proses untuk menganalisis dan menilai potensi bahaya dan risiko bencana di suatu wilayah.

Deputi Bidang Sistem dan Strategi Raditya Jati mengatakan, KRB melibatkan identifikasi potensi bahaya, kerentanan, dan kapasitas suatu wilayah dalam menghadapi bencana, serta memberikan rekomendasi untuk mitigasi dan adaptasi bencana.

BNPB, kata Raditya, sedang menyusun peta bahaya skala 1:50.000 untuk mendukung kajian risiko bencana di daerah. Peta ini akan membantu pemerintah daerah dalam menyusun Kajian Risiko Bencana (KRB) dan memperkuat pemahaman melalui sosialisasi Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI).

“Pembangunan saat ini harus berbasis risiko bencana karena kan tanpa mengetahui risiko bencana di daerah pemerintah tidak dapat menyusun tata kelola dan strategi maupun perencanaan. Direktorat sudah mengeluarkan peta bahaya dengan skala 1:50.000, ini artinya akan meringankan pemerintah daerah terutama dalam penyusunan KRB yang seringkali terkendala. Karena penggunaan peta bahaya ini tidak bisa didapatkan oleh pemerintah daerah khususnya BPBD dan kebutuhan ahli, kemudian informasi dan seterusnya,” kata Raditya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/8/2025).

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA mengatakan, Kemendagri telah menerbitkan Surat Edaran Mendagri yang berisi arahan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dalam mendorong percepatan penerapan Standar Pelayanan Minimal bencana melalui pelibatan Kecamatan melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana (KENCANA).

“KENCANA adalah sebuah gerakan yang memberikan kemudahan kepada kecamatan untuk menyesuaikan metode untuk mendukung percepatan capaian SPM Sub-Urusan Bencana dengan dinamika yang berbeda-beda sesuai dengan karakter daerah, karakter risiko dan kemampuan kecamatan. Melalui keterlibatan kecamatan dalam Gerakan KENCANA akan mampu berkontribusi dalam perbaikan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah khususnya yang diprioritaskan pada tiga layanan dasar dapat berjalan lebih baik lagi dengan dukungan kecamatan yang diarahkan pada peningkatan mutu layanan maupun mempercepat waktu respon pemerintah daerah,” kata Safrizal.

Safrizal menambahkan ada enam hal yang harus dilaksanakan pemerintah daerah untuk mendukung Gerakan KENCANA yaitu pemetaan wilayah rawan bencana, percepatan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal, Penguatan Kolaborasi antar-pemangku kepentingan, optimalisasi peran Forkompimcam, pembentukan tim koordinasi KENCANA dan penganggaran dalam APBD untuk KENCANA.

“Bencana merupakan urusan bersama yang membutuhkan kolaborasi multi-pihak baik pemerintah, mitra pembangunan, elemen masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media. Semua pihak memiliki peran dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, dan pemulihan pasca bencana. Dengan begitu, potensi risiko bencana dapat diminimalisir dan masyarakat dapat lebih siap serta terlindungi ketika bencana terjadi,” ujar Safrizal.

Baca Juga: Indonesia Pamer Jurus Tangkal Bencana ke Kamboja, Mulai dari Asuransi Sampai Teknologi Canggih

Seperti halnya dukungan Pemerintah Australia melalui SIAP SIAGA, kata Safrizal, program bilateral untuk pengurangan risiko bencana, yang mendukung upaya Kementerian Dalam Negeri, Badan Penanggulangan Bencana Nasional, Bappenas, dan pemerintah daerah untuk percepatan penerapan Standar Pelayanan Minimal Bencana melalui Gerakan Kecamatan Tangguh Bencana tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI