Suara.com - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan melakukan aksi tak biasa dengan mengenakan kaus anime "One Piece" saat menemui para buruh PT Bumi Sarimas Indonesia di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, yang sedang menggelar unjuk rasa. Aksi ini menjadi bentuk dukungan morilnya kepada para pekerja.
"Pertama, ini menunjukkan semangat pemerintahan Pak Prabowo adalah semangat solidaritas," kata Wamenaker di Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumbar, dilansir Antara, Kamis (7/8/2025).
Pernyataan tersebut ia sampaikan setelah bertemu dengan perwakilan PT BSI dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Bumi Sarimas Indonesia. Pertemuan itu secara khusus membahas nasib karyawan yang gajinya selama empat bulan terakhir belum juga dibayarkan oleh perusahaan.
Menurut Wamenaker, kaus anime populer asal Jepang itu bukan sekadar pakaian, melainkan sebuah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang menimpa para buruh. Ia menegaskan bahwa negara hadir untuk membela hak-hak pekerja.
"Artinya, ini bentuk solidaritas kita kepada kawan-kawan buruh sekaligus menegaskan kehadiran negara kepada masyarakat," ujar Noel, sapaan akrabnya.
Fenomena penggunaan simbol dari manga "One Piece" belakangan ini memang tengah ramai, terutama menjelang HUT Ke-80 RI pada 17 Agustus. Banyak terlihat bendera bajak laut Topi Jerami, yang merupakan simbol kelompok protagonis dalam seri tersebut, dikibarkan oleh masyarakat.
Bendera fiktif ini memiliki ciri khas gambar tengkorak tersenyum yang mengenakan topi jerami kuning, dengan latar belakang hitam dan dua tulang yang menyilang.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi telah menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak mempermasalahkan pengibaran bendera One Piece oleh berbagai komunitas, karena melihatnya sebagai bagian dari ekspresi kreativitas.
Prasetyo mengatakan pengibaran bendera tersebut tidak menjadi masalah selama tidak disandingkan atau dipertentangkan dengan bendera Merah Putih sebagai simbol negara.
Baca Juga: Bendera One Piece Bikin Pemerintah Gerah, Ancaman Nasionalisme Atau Sinyal yang Tak Dipahami Negara?