Suara.com - Pemutaran lagu Indonesia bahkan suara alam seperti suara burung kini dikenakan royalti.
Aturan ini membatasi para pelaku usaha yang biasa membuat playlist sebagai salah satu trik menarik konsumen untuk datang berkunjung.
Aturan ini membuat para pselaku usaha salah satunya di bidang kuliner mulai khawatir untuk memutar lagu Indonesia di cafenya.
Hal ini lantaran adanya kewajiban membayar royalti terhadap pemutaran lagu Indonesia di ruang komersial.
Aturan royalti musik di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021.
Salah seorang musisi lokal di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H. Nizar Denny Cahyadi mengatakan kebijakan penarikan royalty ini ada dampak positif dan negatifnya.
Dampak positifnya, musisi yang memiliki karya bisa dihargai dengan adanya aturan ini.
Namun disisi lain, musisi juga membutuhkan promosi lagu agar ditahu oleh masyarakat luas.
“Tapi kalau dengan pembayar royalty akan membebankan café itu sendiri,” kata pria yang karib disapa Bang Bewok ini.
Baca Juga: PSIM Yogyakarta Siap Tempur! Van Gastel Ungkap Perkembangan Positif Jelang Hadapi Persebaya
Menurutnya, penarikan royalti ini membutuhkan kajian yang mendalam terkait aturan ini.
Hal ini agar tidak menjadi beban kepada pelaku usaha dan mungkin ada system lain yang bisa diterapkan.
“Ada mungkin win win solution,” kata salah satu personel Band Amtenar ini.
Dikatakan Denny, karya yang diciptakan tidak memberatkan pelaku usaha.
Amtenar katanya memperbolehkan pemutaran lagu-lagu karyanya diputar di tempat-tempat komersil.
Akan tetapi jika lagu tersebut digunakan dan menghasilkan keuntungan maka harus ada pembayaran royalty.