Buka-bukaan Ustaz Felix Siauw Soal One Piece: Bukan Sekadar Hobi, tapi Pesan untuk Pemerintah

Andi Ahmad S Suara.Com
Selasa, 12 Agustus 2025 | 22:40 WIB
Buka-bukaan Ustaz Felix Siauw Soal One Piece: Bukan Sekadar Hobi, tapi Pesan untuk Pemerintah
Momen Ustaz Felix Siauw Kibarkan Bendera One Piece [Instagram @felix.siauw]

Suara.com - Sebuah sosial eksperimen yang dilakukan oleh pendakwah Ustaz Felix Siauw di Bogor, Jawa Barat, telah berubah menjadi studi kasus menarik tentang hubungan antara pernyataan politik di tingkat tertinggi dan implementasinya di lapangan.

Aksi pengibaran bendera One Piece yang dimaksudkan untuk menguji 'lampu hijau' dari Presiden Prabowo Subianto, justru berakhir dengan teguran dan perdebatan, menyoroti potensi adanya kesenjangan kebijakan yang signifikan.

Polemik ini bermula dari pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang sebelumnya menanggapi tren pemasangan bendera anime menjelang HUT RI.

Presiden menegaskan bahwa mengibarkan bendera One Piece tidak menjadi masalah selama tidak mengandung unsur provokasi. Pernyataan ini dianggap sebagai sinyal positif bagi kebebasan berekspresi oleh banyak kalangan.

Namun, apakah sinyal dari Istana tersebut sampai dan dipahami seragam oleh aparat di level paling bawah? Inilah pertanyaan yang coba dijawab oleh Ustaz Felix Siauw.

Eksperimen di Ruang Publik Dari Teori ke Praktik

Pada Senin, 14 Agustus 2025, Ustaz Felix bersama YouTuber Koyo Cabe dan beberapa rekannya, sengaja melakukan aksi pengibaran bendera bajak laut 'Topi Jerami' di sebuah taman publik di Bogor.

Niat mereka, seperti yang dijelaskan dalam video yang viral, adalah untuk membuktikan secara langsung validitas pernyataan Presiden.

Mereka ingin menguji apakah kebebasan berekspresi yang dijamin oleh kepala negara benar-benar bisa dinikmati oleh warga di ruang publik tanpa intervensi. Namun, hasil eksperimen mereka memberikan jawaban yang berbeda dari harapan.

Baca Juga: Di Balik Aksi Unik Ustaz Felix Siauw Kibarkan Bendera One Piece, Ternyata Ini Pesan yang Disampaikan

Kenyataan di Lapangan Intervensi dan Permintaan Aturan Tertulis

Baru setengah jam berlangsung, aksi tersebut dihentikan oleh petugas keamanan taman (Park Ranger). Mereka meminta kelompok Ustaz Felix untuk menghentikan kegiatan dan meninggalkan lokasi.

Momen ini menjadi titik krusial yang menunjukkan adanya diskoneksi.

Intervensi petugas ini secara langsung berkontradiksi dengan semangat pernyataan Presiden Prabowo.

Ustaz Felix Siauw pun tidak tinggal diam dan menantang dasar hukum dari larangan tersebut.

“Yang mau aku ajarin adalah, problematiknya cerita One Piece bukan bajak laut mas, tapi tentang orang sewanang-wenang, dan orang tidak suka. Tapi kalau memang ada aturannya (yang melarang), aturannya kasih tahu ke kita!” tegas Ustaz Felix dalam video tersebut.

Permintaannya sederhana namun fundamental: jika ada larangan, tunjukkan aturannya. Ini menyoroti masalah klasik dalam birokrasi, di mana tindakan di lapangan terkadang didasarkan pada interpretasi atau kebiasaan, bukan pada regulasi tertulis yang jelas dan tersosialisasi dengan baik.

Celah Antara Pernyataan Politik dan Implementasi Birokrasi

Insiden di taman Bogor ini lebih dari sekadar kontroversi bendera. Ini adalah cerminan dari tantangan besar dalam tata kelola pemerintahan memastikan setiap kebijakan atau bahkan pernyataan publik dari pimpinan tertinggi dapat diterjemahkan secara seragam hingga ke tingkat pelaksana di lapangan.

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan amanat dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus TNI Angkatan Darat, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025). ANTARA/HO-Puspen TNI.
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan amanat dalam Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Kopassus TNI Angkatan Darat, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025). ANTARA/HO-Puspen TNI.

Beberapa pertanyaan politik yang muncul dari insiden ini:

  • Apakah ada kegagalan komunikasi? Apakah pernyataan Presiden tidak cukup kuat untuk menjadi arahan bagi aparat di bawah?
  • Apakah ada tumpang tindih kewenangan? Mungkinkah petugas taman memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) internal yang belum selaras dengan arahan baru dari pemerintah pusat?
  • Bagaimana pemerintah memastikan konsistensi kebijakan? Insiden ini bisa menjadi evaluasi penting bagi pemerintah untuk memperbaiki alur komunikasi dan sosialisasi kebijakan agar tidak ada lagi kebingungan atau tindakan kontradiktif di lapangan.

Aksi yang dilakukan Ustaz Felix, terlepas dari pro dan kontranya, secara tidak langsung telah berhasil memantik diskursus publik yang penting tentang akuntabilitas dan konsistensi pemerintah.

Publik kini mengamati, sejauh mana jaminan kebebasan yang diucapkan di mimbar politik benar-benar dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari warga negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI