Suara.com - Sebuah razia rutin yang digelar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Damkar Kabupaten Indramayu pada Senin, 11 Agustus 2025, mengungkap potret buram dunia pendidikan Tanah Air.
Saat menjaring 10 pelajar yang bolos sekolah, petugas dihadapkan pada kenyataan pahit.
Seorang siswa SMP sama sekali tidak bisa membaca. Lebih parah lagi, seorang siswa SMA kelas XII tidak mampu menjawab saat ditanya perkalian dasar.
Operasi penertiban ini menyasar para siswa yang berkeliaran di jam pelajaran.
Sekitar pukul 09.00 WIB, petugas mendapati sekelompok pelajar, termasuk dua siswi perempuan, tengah asyik nongkrong di komplek pemakaman Makam Selawe, Kecamatan Sindang.
Mereka yang terjaring kemudian digiring ke kantor Satpol PP untuk pembinaan lebih lanjut.
Kepala Satpol PP dan Damkar Indramayu, Teguh Budiarso, dibuat terperangah saat melakukan pendataan.
Salah seorang siswa SMP yang terjaring diminta untuk membaca daftar hadir yang disodorkan petugas. Dengan polos, siswa tersebut mengaku tidak mampu.
"Dari SD nggak bisa baca, sayanya malas," ucap siswa itu, dalam sebuah video yang menjadi viral.
Baca Juga: Warga Geruduk Kantor Satpol PP Pati, Marah Donasi Air Mineral untuk Demo Disita
Kenyataan miris tidak berhenti di situ. Teguh kemudian menguji kemampuan salah satu siswa SMA yang sudah duduk di bangku kelas XII.
Teguh melontarkan pertanyaan matematika yang sangat mendasar.
"Tiga kali empat berapa?" tanyanya.
Siswa berseragam putih abu-abu itu hanya terdiam, tak mampu menjawab. Pertanyaan kembali diulang dengan angka lain.
"Empat kali empat berapa?" Lagi-lagi, siswa tersebut kebingungan dan gagal menjawab.
Hal itu membuat para petugas dan guru yang hadir hanya bisa menggelengkan kepala.
"Bayangkan, teman-teman sekalian, SMA kelas tiga, empat kali empat nggak bisa," ujar Teguh dengan nada prihatin.
Raut kekecewaan dan keprihatinan jelas tergambar di wajah Teguh Budiarso.
"Tragis sekali tadi ya. Jadi tadi ada siswa SMP tidak bisa baca, kemudian ada juga SMA tidak bisa menghitung sama sekali, padahal itu matematika dasar,” ungkapnya kepada media.

Ironisnya, masalah yang ditemukan tidak hanya seputar akademis.
Saat memeriksa ponsel salah satu pelajar SMP, petugas menemukan adanya grup WhatsApp yang berisi konten tidak senonoh, yakni video call sex (VCS).
Menindaklanjuti temuan ini, pihak Satpol PP segera memanggil orangtua dan perwakilan guru dari sekolah masing-masing pelajar.
Pertemuan ini, menurut Teguh, bukan untuk memojokkan siswa, melainkan sebagai langkah awal untuk mencari solusi bersama.
Ia berharap kejadian ini menjadi momentum bagi orangtua dan sekolah untuk meningkatkan sinergi dan pengawasan.