Suara.com - Antusiasme publik membuncah saat iring-iringan karnaval kendaraan hias membelah jalanan ibu kota dalam rangka perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan Indonesia pada Minggu (17/8/2025).
Berbagai kementerian turut berpartisipasi dengan mendekorasi truk tronton yang disulap menjadi panggung berjalan, menampilkan para menteri yang menyapa masyarakat.
Dalam euforia perayaan kemerdekaan tersebut, tertangkap dalam video momen yang melibatkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjadi viral dan memicu perbincangan luas.
Sebuah video yang diunggah oleh berbagai akun media sosial, termasuk Instagram @lensa***, merekam reaksi spontan warga saat rombongan Sri Mulyani melintas.
Dalam rekaman tersebut, terdengar jelas seruan warga yang ditujukan langsung kepada sang bendahara negara.
“Turunin bu pajaknya bu,” teriak seorang warga, dikutip pada Senin (18/8/2025).
“Turunin pajak bu,” sahut warga lainnya, menciptakan gema aspirasi kolektif.
Meski diteriaki tuntutan ekonomi yang krusial, gestur dan ekspresi Sri Mulyani tampak tidak menunjukkan perubahan. Ia tetap melambaikan tangan dengan senyum.
Sementara dari yanmg terrekam di lokasi kejadian menunjukkan bahwa alunan musik sistem suara karnaval yang sangat keras kemungkinan besar meredam suara teriakan warga, sehingga tidak sampai ke telinga sang menteri.
Baca Juga: Kritik Menusuk Vokalis Band untuk Sri Mulyani: Zakat Itu Nggak Bakal Jadi Rubicon Pejabat
Terlepas dari itu, insiden ini memantik reaksi beragam dari warganet. Banyak yang memandang peristiwa ini sebagai simbol ironi dan keterputusan antara pemerintah dengan realitas yang dihadapi rakyat.
“Mana mendengar dia, suara rakyat hanya angin lalu,” tulis akun @4603***.
Kritik juga menyasar penyelenggaraan karnaval itu sendiri, yang dinilai sebagai sebuah kemewahan yang tidak sensitif terhadap kondisi ekonomi masyarakat.
“Yah beban rakyat sedang berpesta,” komentar akun @babaqe***.
Beberapa warganet bahkan menyuarakan tuntutan yang lebih radikal, tidak hanya sekadar penurunan pajak, tetapi juga pergantian posisi menteri.
“Bu turun bu, turun jadi menteri,” celoteh akun @5uha***.
Untuk diketahui, pemerintah telah menetapkan target penerimaan pajak yang sangat ambisius dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, yakni sebesar Rp 2.357 triliun.
Angka ini merepresentasikan kenaikan tajam 13,5 persen dari target APBN 2025, sebuah langkah yang mengundang pertanyaan di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
![Menteri Keuangan Sri Mulyani berada di atas kendaraan hias dalam karnaval yang digelar di Kawasan Monas, Jakarta pada Minggu (18/8/2025) malam. [Tangkapan layar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/18/46086-menteri-keuangan-sri-mulyani.jpg)
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan tegas menyatakan bahwa lonjakan target ini tidak akan dibarengi dengan pengenaan tarif atau jenis pajak baru yang berpotensi memberatkan masyarakat dan dunia usaha.
Sebaliknya, fokus pemerintah akan diarahkan pada optimalisasi dan reformasi internal di tubuh otoritas pajak.
Sri Mulyani menekankan bahwa seluruh kebijakan akan tetap mengacu pada koridor regulasi yang sudah ada, terutama Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Strategi utamanya mengintensifkan penggunaan teknologi dan data.
"Apakah kita punya pajak atau tarif baru? Kita tidak. Tapi lebih kepada reform internal. Pertama, core tax dan pertukaran data akan diinsentifkan," ujarnya dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026, Jumat (15/8/2025).
'Senjata' yang diandalkan adalah implementasi penuh sistem Coretax dan penguatan sinergi pertukaran data antar-kementerian/lembaga.
Upaya ini akan diperkuat dengan penajaman sistem pemungutan transaksi digital, program analisis data bersama, serta peningkatan efektivitas pengawasan dan pemeriksaan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela (voluntary compliance).
Secara keseluruhan, target pendapatan negara pada 2026 dipatok sebesar Rp 3.147,7 triliun, tumbuh 9,8 persen dari tahun sebelumnya.
Selain dari pajak, penerimaan dari bea dan cukai diharapkan naik 7,7 persen menjadi Rp 334,3 triliun. Menariknya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) justru diproyeksikan mengalami kontraksi sebesar 4,7 persen menjadi Rp 455 triliun.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, mengafirmasi bahwa target ini telah melalui kalkulasi yang cermat dan realistis.
"Kami menggunakan basis 2025 sebagai baseline, ditambah pertumbuhan ekonomi nominal, dan dua upaya utama: core tax serta joint program," ujarnya, dikutip dari ANTARA.