Noel merasionalisasi perubahan sikap politiknya dengan argumen tentang rekonsiliasi dan masa depan bangsa. Baginya, seorang pemimpin yang baik harus bisa memaafkan, dan bangsa tidak boleh terus terjebak di masa lalu.
"Bagaimana kalau pemimpin yang bagus bangsa yang bagus dia harus bisa memaafkan selama itu kedua dia kalau kita masih hidup di masa lalu Kapan kita mau hidup di masa depan," ujarnya, memberikan justifikasi atas keputusannya menyeberang ke kubu lawan.
Keputusan itu berbuah manis dengan jabatan Wamenaker. Namun, jabatan yang lahir dari sebuah rekonsiliasi politik itu kini justru ternoda oleh dugaan praktik pemerasan.
Ironisnya, pria yang dulu menuntut penegakan hukum atas lawannya, kini harus menghadapi proses hukum yang sama atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang diembannya.