Suara.com - Ketua Dewan Direktur Great Institute, Syahganda Nainggolan, melihat ada gerakan menganggu kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dari Januari hingga Agustus 2025.
Terbaru, upaya struktural mendelegitimasi Prabowo tersebut terlihat dari kenaikaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau PBB-P2 di sejumlah daerah.
Bahkan imbas dari kebijakan tersebut terjadi demo berakhir ricuh, semisal terjadi di Kabupaten Pati dan Kabupaten Bone.
Menurut Syahganda, permasalahan mengenai pajak juga pernah menimbulkan keramaian pada awal tahun. Di mana ada rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 Persen yang belakangan dibatalkan Presiden Prabowo
"Kalau saya kan melihat bahwa gerakan-gerakan yang mengganggu kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto ini kan sudah dimulai dari Januari 2025 dengan isu PPN 12 persen kan, pajak," kata Syahganda.
"Sekarang kan di Pati dan di Bone yang ribut juga masyarakat pajak juga, dan isu pajak itu kan isu paling sensitif untuk membuat rakyat marah ya kan. Marah di bulan Januari, marah di bulan Agustus," katanya menambahkan.
Pandangan tersebut disampaikan Syahganda dalam podcast di YouTube Forum Keadilan TV dengan judul "Bisikan Istana: Penggalangan Opini Buruh Prabowo Digarap Sejak Januari 2025".
Selain karena permasalahan pajak pada Januari dan Agustus, Syahganda mengatakan ada permasalahan lain yang membuat gaduh dan menimbulkan kemarahan di tengah masyarakat sepanjang tahun ini.
Ia menyebutkan contohnya, mulai dari polemik tambang nikel di Raja Ampat, hingga empat pulau milik Aceh yang hendak masuk wilayah Sumatra Utara.
Baca Juga: 'Ini Ganjil Sekali!', Dokter Tifa Bongkar Keanehan di Balik Pemeriksaan Kasus Ijazah Jokowi
Persoalan-persoalan tersebut belakangan dapat diselesaikan dengan keterlibatan pihak Istana yang turun langsung.
Menurut Syahganda segala polemik yang terjadi dari bulan pertema hingga bulan kedelapan memang sengaja diciptakan.
"Jadi keributan-keributan itu selalu diciptakan agar Prabowo ini tidak bisa tenang. Delegitimasi sehingga menggeser," kata Syahganda.
Syahganda berpandangn semua keributan yang terjadi memang bertujuan meruntuhkan legitimasi kepemimpinan Prabowo.
Ada upaya untuk membuat rakyat merasa kesal terhadap presiden, imbas dari keributan yang ada.
"Pada akhirnya menggeser kecintaan rakyat Indonesia kepada Presiden Prabowo. Yang tadinya orang misalkan cuma kesel kepada Jokowi, sekarang sudah kesel juga kepada Prabowo," kata Syahganda.
Sementara terkait kenaikan PBB-P2 di sejumlah daerah, Syahganda menganggap hal tersebut tidak terlepas dari kebijakan di pemerintah pusat yang tengah melakukan efisiensi sehingga berdampak terhadap dana transfer ke daerah.
"Itu kan rangkaian yang memang tercipta karena seorang menteri keuangan yang dia itu mengurangi transfer kepada daerah. Padahal daerah itu kan tidak diajak berunding," kata Syahganda.
Berdasarkan rangkaian kejadian tersebut, Syahganda berkeyakinan ada upaya struktural yang sengaja menggerakan peristiwa-peristiwa yang bikin gaduh di masyarakat.
"Jadi kita lihat ini struktural, kelihatan memang ini diorkestrasi di pusat, ada orang yang bermain, sekelompok orang yang memang tidak menginginkan Prabowo ini jadi presiden yang kuat, jadi dia dilemahkan, gitu loh supaya rakyat tidak mencintai dia," kata Syahganda.
Syahganda berpendapat tidak menutup kemungkinan ada kekuatan-kekuatan di era pemerintahan sebelumnya di balik rangkaian peristiwa yang ada sepanjang tahun ini, termasuk oleh pihak oligarki yang merasa dirugikan terhadap kepemimpinan Prabowo yang tegas.
"Ya kalau menurut saya sih pasti kekuatan lama, kekuatan Jokowi dan kawan-kawannya dan para oligarki karena apa? Karena Prabowo ini kan terlalu keras, terlalu keras dalam antikorupsi yang orang-orang yang begitu istimewa dan diuntungkan," katanya.
"Jadi kalau kita pakai analisa political economy, kita lihat saja siapa yang diuntungkan secara ekonomi dalam rezim lalu dan sekarang nggak untung lagi," Syahganda menambahkan.
Serangan ke Prabowo
Syahganda melihat serangan terhadap Prabowo tidak hanya dilakukan secara struktural, melainkan gesit dan masif.
![Ketua Dewan Direktur Great Institute, Syahganda Nainggolan, dalam perbincangannya di podcast Forum Keadilan TV. [YouTube]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/02/19866-syahganda-nainggolan.jpg)
Ada pihak-pihak yang bertujuan membuat Prabowo tidak dicintai lagi oleh rakyat. Indikasi tersebut sudah terlihat dari komentar-komentar di media sosial, baik oleh netizen maupun buzzer.
"Kalau kita lihat dari medsos-medsos baik di TikTok, baik di X, dia apa segala, sekarang kan jumlah yang menyerang Prabowo makin banyak, yang omon-omon lah disebut, Indonesia gelap, Indonesia Cemas, apa sekarang kan semua digoreng oleh masyrakat kan gampang kan," kata Syahganda.
Menariknya, menghadapi serangan di media sosial, Prabowo ternyata tidak menggunakan buzzer untuk melakukan kontra narasi.
"Nah Prabowo sendiri dia saya lihat tidak seperti Jokowi yang memelihara buzzer, memelihara influencer," kata Syahganda.
Padahal menurut dia, setiap komentar yang timbul dengan tujuan menyerang Prabowo memiliki narasi yang seragam, yang diduga dilakukan oleh robot.
"Robot-robot ini kebanyakan sekarang itu dipelihara untuk memusuhi Prabowo," ujarnya.
Selain serangan di media sosial, Syahganda menilai ada upaya membenturkan aparat, baik polisi maupun TNI dengan masyarakat.
"Itu lah yang mau dituju oleh orang-orang yang anti Prabowo itu karena dia akan bilang bahwa di era Prabowo itu, ini lah penindasan terjadi, anti HAM, anti demokrasi, kekerasan, penculikan apa segala. Kan mereka mau nempelkan itu lagi kepada Prabowo. Ini bahayanya sekarang buat Prabowo," kata Syahganda.