Gedung Grahadi Surabaya Dibakar Massa, Rumah Dinas Emil Dardak Ikut Hangus

Yohanes Endra Suara.Com
Minggu, 31 Agustus 2025 | 14:04 WIB
Gedung Grahadi Surabaya Dibakar Massa, Rumah Dinas Emil Dardak Ikut Hangus
Emil Dardak dan Arumi Bachsin (Instagram/arumibachsin_94)

Namun tak lama setelah kedatangan Khofifah, massa mulai melempari gedung dengan batu dan melempari petasan hingga kericuhan pun tak bisa dihindarkan.

Sejarah Gedung Grahadi

Melansir All About Jatim, Gedung Negara Grahadi Surabaya menjadi salah satu ikon bersejarah panjang dan merupakan simbol kebanggaan yang dimiliki Kota Surabaya.

Bukan hanya sekadar bangunan megah, gedung ini juga menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Jawa Timur sejak masa kolonial hingga era modern.

Kini, gedung tersebuti berfungsi sebagai rumah dinas Gubernur Jawa Timur dan pusat kegiatan pemerintahan penting.

Gedung Grahadi dibangun pada tahun 1795 selama masa pemerintahan Residan Belanda Dirk van Hogendorp yang menjabat tahun 1794-1798.

Gedung Grahadi awalnya dibangun di atas lahan seluas 16.284 meter persegi yang dulunya milik seorang warga keturunan Tionghoa.

Lahan tersebut kemudian dibeli oleh pemerintah kolonial Belanda dengan harga ganti rugi yang dianggap rendah pada masa itu.

Pembangunannya menelan biaya sekitar 14.000 ringgit, sebuah angka yang cukup besar sebagai bentuk investasi untuk membangun tempat tinggal dan pusat administrasi pemerintahan yang kokoh dan mewah di Surabaya.

Baca Juga: Adu Pendidikan Selvi Ananda vs Arumi Bachsin, Beda Kelas Isi Pidato Ibu Pejabat Disorot

Gedung Negara Grahadi menampilkan arsitektur bergaya empire style atau Dutch Colonial Villa, yang mulai digunakan pada tahun 1810 saat pemerintahan Herman William Deandels.

Nama “Grahadi” diambil dari bahasa Sansekerta, gabungan kata “Graha” yang berarti rumah dan “Adi” yang berarti derajat tinggi.

Nama ini mencerminkan kedudukan bangunan sebagai tempat tinggal resmi pemimpin kolonial dengan nilai simbolik yang tinggi.

Pada awalnya, gedung ini dibangun menghadap ke utara, langsung menghadap Sungai Kalimas yang kala itu menjadi jalur transportasi utama.

Masyarakat sering menikmati waktu sore dengan bersantai sambil memandangi aktivitas di sungai tersebut.

Namun, pada tahun 1802, arah hadap gedung diubah menghadap ke selatan agar selaras dengan perkembangan kota.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?