Oleh sebab itu, HMPS mengecam keras segala bentuk tuduhan yang mengaitkan mahasiswa dengan anarkisme. HMPS dalam setiap gerakannya selalu berlandaskan dengan intelektual dan moral, serta menolak cara-cara kekerasan.
Sehingga, tuduhan kepemilikan bom molotov adalah sebuah fitnah keji dan upaya sistematis untuk melakukan kriminalisasi terhadap gerakan mahasiswa.
Sementara itu, terkait logo PKI yang dijadikan alat bukti, HMPS menolak adanya pendangkalan sejarah dan stigmatisasi.
Pasalnya keberadaan logo tersebut murni bertujuan sebagai diskursus akademik dan edukasi kesejarahan bagi mahasiswa baru 2024, bukan untuk menyebarkan ideologi terlarang.
Terkait kepemilikan smoked bomb, digunakan untuk memeriahkan acara penutupan orientasi mahasiswa baru pada 30 Agustus 2025.
Upaya untuk mengaitkan properti dengan tuduhan anarkisme adalah bukti bahwa aparat mencari-cari kesalahan dengan narasi yang dipaksakan. Hal ini justru menjadi bentuk intimidasi yang bertujuan menciptakan citra buruk bagi seluruh aktivitas mahasiswa yang legal dan sah.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda meminta polisi segera membebaskan empat mahasiswa Unmul yang ditahan. LBH menilai penahanan tidak tepat karena para mahasiswa tidak memiliki niat untuk menyiapkan molotov dan aksi.
Pernyataan LBH ini juga didukung oleh para netizen. Warganet membela para mahasiswa dengan menyerukan komentar yang menyasar kesalahan aparat kepolisian.
“Udah bener narasi hantu anarko, malah hantu PKI, basi banget. Bodoh kok gak kelar-kelar. Btw itu botol mulus2 bener,” ujar seorang warganet.
Baca Juga: Pasar Senen Bangkit! Aktivitas Kembali Normal Pasca Kerusuhan Mako Brimob
“Nuduh PKI >Rakit Molotov >Pake botol Bali Hai, premium lagi >Polisi tolol gk tau tupoksinya apa, mana ada simpatisan marxisme belinya miras diatas 50rb? Beli tuak warung madura aja kadang kasbon,” netter lain menimpali.
“Pokoknya kalo polisi pegang-pegang barbuk ga pake glove, itu artinya pelakunya juga mereka Ingat kasus Gamma,” timpal yang lain.
Kontributor : Nadia Lutfiana Mawarni